Jember memiliki Bandara Notohadinegoro Satu-Satunya Perintis yang Dikelola Pemkab

Jember memiliki Bandara Notohadinegoro Satu-Satunya  Perintis yang Dikelola Pemkab

--

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Bandara Notohadinegoro merupakan Bandara yang tidak memenuhi syarat untuk dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Sehingga bandara ini menjadi satu-satunya bandara perintis yang dikelola pemerintah daerah Kabupaten Jember Jawa Timur.

Berdasarkan Informasi yang beredar Kepala Inspektorat Kabupaten Jember Ratno Cahyadi Sembodo mengatakan, pihaknya mengaku bandara tersebut merupakan satu-satunya bandara perintis yang dikelola pemerintah kabupaten Jember.

Bandara di wilayah Jember Provinsi Jawa timur tersebut, sulit mendapat bantuan APBN, sebab bukan termasuk dalam daerah 3 T, yakni daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal.

BACA JUGA:3 Bandara Termegah di Indonesia, Nomor 1 Bakal Jadi Terbesar se-Asia Tenggara

Bandara Notohadinegoro berdiri di atas lahan seluas 120 hektar yang menjadi hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara 12.

Sejak awal, bandara tersebut didirikan Bupati Samsul Hadi Siswoyo mengaku dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten setempat.

Berdasarkan riwayatnya pada zaman Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa sudah pernah mendarat di bandara ini pada pertengahan Januari tahun 2005 silam.

Idealnya bandara Notohadinegoro dikelola PT Angkasa Pura. Ratno menjelaskan, Pemkab Jember tidak mampu mengelola operasional bandara. Bandara itu adalah proyek bersifat subsidi. Tidak bisa mengambil keuntungan dari operasional bandara.

BACA JUGA:Terbaru, Tiket Penerbangan Bandara Kertajati-Denpasar Mulai Bisa Dipesan, Segini Tarifnya

Maka itu pengelola bandara adalah Angkasapura. Bandara di Banyuwangi juga dikelola Angkasa Pura.

Ia menjelaskan, Kami tahu untuk bandara-bandara perintis, APBN mengeluarkan subsidi. Sebenarnya dari sisi anggaran, boleh APBN mengeluarkan subsidi, Terbukti dari rute Surabaya menuju Bandara Kangean kemudian Sumenep menuju Jember pulang pergi. Tiketnya dibanderol Rp 250 ribu. Itu berarti APBN siap tekor untuk membayar pesawatnya tapi bandara harus jalan.

Retno menambahkan, program nasional yang tidak melihat untung rugi, karena kepentingan pemerintah adalah menghidupkan perekonomian melalui sektor bandara. Semua wilayah harus terkoneksi, maka APBN merugi untuk menghidupkan bandara perintis.

Tambahnya, Kalau dikelola pemkab, haqqul yakin, harus siap dengan subsidi. Tidak ada satu data pun di Indonesia yang menyatakan bandara perintis itu untung. Tapi kebutuhan bandara wajib, karena satu moda transportasi yang paling cepat dalam melakukan kegiatan bisnis dan kedinasan adalah dengan bandara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: