Kain Endek Sekar Jepun: Pesona Tenun Tradisional Bali dari Denpasar
Kain Endek Sekar Jepun bukan hanya sekadar hasil kerajinan, tetapi simbol kecintaan terhadap budaya dan jati diri Bali. - Foto: Instagram@lusidamai--
BACA JUGA:Citilink Turunkan Tarif, Libur Sekolah Jadi Lebih Terjangkau
Kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya telah mendorong pemerintah daerah untuk mengambil langkah nyata. Pemerintah Provinsi Bali, misalnya, telah mengeluarkan kebijakan yang mendorong penggunaan kain endek oleh pegawai negeri setiap hari Selasa.
Tujuannya adalah untuk memperkuat identitas budaya dan mendorong penggunaan kain lokal dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih dari itu, pada akhir tahun 2020, kain endek resmi tercatat sebagai Ekspresi Budaya Tradisional oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Pengakuan ini menegaskan bahwa endek, termasuk motif Sekar Jepun, merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilindungi secara hukum.
BACA JUGA:4 Perusahaan Pegang Kuasa Tambang Nikel di Raja Ampat
Kain Endek Sekar Jepun diproduksi melalui proses yang cukup panjang dan dilakukan dengan teknik tradisional. Setidaknya ada lima tahap utama dalam pembuatannya:
- Pemintalan benang, yaitu menggulung benang agar siap untuk ditenun.
- Pewarnaan dasar, di mana benang utama diberi warna menggunakan pewarna tekstil.
- Pembentukan motif (ngani), yaitu pewarnaan motif menggunakan teknik manual agar motif Sekar Jepun terlihat halus dan detail.
- Pencucian dan penjemuran, untuk membersihkan sisa pewarna dan mengeringkan benang.
- Penenunan, yakni proses menggabungkan benang dasar dan benang motif menjadi sehelai kain menggunakan alat tenun bukan mesin.
Proses ini membutuhkan waktu sekitar lima hingga enam hari untuk menghasilkan satu kain sepanjang sekitar 2,5 meter.
Proses yang rumit dan detail ini menjadi salah satu alasan mengapa kain ini memiliki kualitas dan nilai jual yang tinggi.
BACA JUGA:Modus APK, Rekening Pensiunan Berisi Ratusan Juta Ludes Disikat Penipu
Meski merupakan produk lokal, bahan utama kain endek, termasuk Sekar Jepun, sebagian besar masih didatangkan dari luar negeri, seperti India dan China.
Benang khusus yang digunakan dalam tenunan ini belum bisa diproduksi dalam negeri, terutama untuk jenis yang berbahan dasar sutra atau kapas kualitas tinggi.
Ketergantungan terhadap impor bahan ini membuat biaya produksi cukup tinggi.
Hal tersebut berdampak pada harga jual kain di pasaran, yang umumnya berkisar antara Rp800 ribu hingga Rp1,3 juta per lembar, tergantung pada bahan dan kerumitan motif.
BACA JUGA:Kompak Meski Telah Bercerai, Ruben Onsu-Sarwendah Hadiri Ulang Tahun Anak dengan Penuh Kehangatan
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





