Massa Aksi Serahkan Dokumen Tuntutan ke BPN Lampung, Yustin: BPN Akan Selesaikan Secara Persuasif

Massa Aksi Serahkan Dokumen Tuntutan ke BPN Lampung, Yustin: BPN Akan Selesaikan Secara Persuasif

--

BACA JUGA:Ratusan Massa Gruduk Kantor BPN Lampung, Tuntutan Berikut

"Tegakkan keadilan bagi petani penggarap melalui penegakkan hukum yang berpihak pada masyarakat korban. Hentikan segala bentuk intimidasi terhadap masayarakat penggarap," ungkapnya.

Kemudian masyarakat penggarap juga meminta supaya pemerintah mencabut status kepemilikan atas tanah atas nama orang lain yang terbit diatas lahan petani penggarap.

Sumaindra mengatakan masyarakat telah menggarap lahan seluas 401 hektare sudah berlangsung sejak tahun 1968 secara turun temurun hingga sekarang .

Pada 2021 terbitlah sertifikat atas nama orang lain tanpa sepengetahuan masyarakat penggarap. 

BACA JUGA:Pemprov Lampung Buka Seleksi Empat JPTP, Kepala Disperindag Diduduki Elvira Umuhanni

Sementara itu, masyarakat tidak pernah merasa mengalihkan lahan terebut kepada orang lain, baik sewa menyewa maupun melakukan jual beli.

Lanjutnya masyarakat paham bahwa tanah yang digarap merupakan wilayah kehutanan Register 38 Gunung Balak. 

Ia juga menjelaskan bahwasanya masyarakat tidak pernah mengetahui dan melihat adanya aktifitas pengukuran yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Lampung Timur.

Hal tersebut baru diketahui setelah terbit sertifikat pada tahun 2021 ketika ada seseorang yang tidak dikenal datang membawa bukti SHM dan meminta penggarap untuk membayar SHM tersebut. 

BACA JUGA:Peringatan HKN, Gubernur Arinal Beri Penghargaan Kepada Mantan Kadiskes Reihana

masyarakat sebelumnya hanya mengetahui lahan mereka garap masuk kedalam kawasan hutan Register 38 Gunung Balak, sehingga masyarakat tidak berupaya atau tidak pernah melakukan pengurusan secara administratif dengan melakukan pendaftaran tanah ke Kantor BPN Lampung Timur.

Diketahui lebih dari 264 kepala keluarga (KK) menjadi korban yang terdiri dari 8 desa yang menggarap di lahan tersebut. 

Masyarakat penggarap juga sering kali didatangi oleh oknum-oknum yang mencari lahan dengan menunjukan kepemilikan SHM yang terbit pada tahun 2021. 

Masyarakat juga menerima intimidasi dengan bentuk dipaksa untuk membayar sertifikat dengan nominal uang sebesar Rp. 150juta hingga Rp.200 juta sesuai dengan luas lahan yang digarap. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: