Gelombang PHK Global Panasonic Picu Kekhawatiran Buruh di Indonesia, Pemerintah Didesak Bertindak

PT Panasonic Gobel Energy Indonesia---Istimewa--
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Keputusan Panasonic Holdings untuk memangkas 10.000 karyawan di seluruh dunia mulai menimbulkan kecemasan di kalangan pekerjanya di Indonesia.
Meski pemutusan hubungan kerja (PHK) secara resmi belum menyentuh tanah air, namun kekhawatiran telah menyelimuti ribuan buruh yang bekerja di berbagai pabrik Panasonic di Indonesia.
Langkah efisiensi besar-besaran yang ditempuh perusahaan asal Jepang ini disebut-sebut sebagai bagian dari restrukturisasi internal dan reformasi manajemen.
Panasonic bahkan telah mengalokasikan anggaran restrukturisasi yang fantastis, mencapai Rp 14 triliun.
BACA JUGA:Kenapa Skincare Tidak Memberikan Hasil? Ini 7 Penyebab yang Sering Terabaikan
Langkah ini akan difokuskan pada sektor penjualan dan administrasi, namun implikasinya dikhawatirkan dapat merembet ke negara lain termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Panasonic mempekerjakan sekitar 7.000 hingga 8.000 orang yang tersebar di tujuh pabrik yang berlokasi di Jakarta, Bekasi, Bogor, Pasuruan, dan Batam.
Unit usaha tersebut mencakup berbagai bidang, mulai dari produksi baterai, alat kesehatan, hingga distribusi elektronik rumah tangga.
Melihat situasi yang berkembang, berbagai elemen buruh mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah pencegahan.
BACA JUGA:5 Hewan Punah yang Pernah Dicoba Dihidupkan Kembali oleh Ilmuwan
Mereka menilai bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan serta pemerintah daerah tempat pabrik Panasonic berada, perlu segera menjalin komunikasi dengan manajemen perusahaan guna memastikan keamanan kerja para pekerja.
Dorongan ini tidak hanya sekadar bentuk kepedulian terhadap nasib buruh, tetapi juga sebagai langkah untuk mencegah terjadinya PHK sepihak.
Para buruh menuntut keterlibatan aktif dalam proses restrukturisasi dan menekankan pentingnya transparansi dari perusahaan.
Mereka juga menekankan pentingnya audit dan pengawasan ketat agar keputusan bisnis global tidak menjadi alasan untuk melemahkan hak-hak pekerja lokal, terutama mereka yang berstatus kontrak atau outsourcing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: