Makna dan Filosofi Erau Adat Kutai, Tradisi Kerajaan yang Tetap Lestari

Kamis 16-10-2025,18:53 WIB
Reporter : Romdani
Editor : Budi Setiawan

Setiap tahun, berbagai lomba seni dan budaya diselenggarakan, seperti lomba bertarsul, nyanyi tinggilan, jepen kreasi Kutai, serta lagu daerah anak-anak. 

Tujuannya adalah menanamkan kecintaan terhadap budaya lokal kepada generasi muda.

BACA JUGA:Ragam Suku Asli di Pulau Kalimantan dan Keunikan Budayanya

Selain pelestarian budaya, Erau juga membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. 

Banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang ikut serta membuka stan kuliner, menjual kerajinan tangan, hingga pakaian khas daerah. 

Momen ini menjadi ajang peningkatan pendapatan masyarakat sekaligus memperkuat rasa kebersamaan antarwarga.

Menurut para pengamat budaya, keterlibatan masyarakat dalam Erau tidak hanya memperkuat identitas lokal, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa budaya dapat menjadi sumber kemakmuran jika dikelola dengan baik.

BACA JUGA:Macam-Macam Baju Adat Nusantara: Cerminan Keindahan dan Jati Diri Bangsa

Menjelang akhir acara, Tiang Ayu yang sebelumnya didirikan akan direbahkan kembali sebagai simbol berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan. 

Penutupan Erau biasanya bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Kota Tenggarong serta Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Dalam momen tersebut, masyarakat juga menggelar Maulid Bejanji sebagai bentuk rasa syukur dan doa bersama agar Kutai senantiasa diberkahi.

Erau Adat Kutai adalah warisan luhur yang menunjukkan betapa kayanya budaya bangsa Indonesia. 

BACA JUGA:Filosofi Tari Nyambai Bebakhong, Simbol Keakraban dan Harmoni Masyarakat Lampung

Tradisi ini bukan sekadar simbol masa lalu, tetapi juga cerminan semangat persatuan, penghormatan kepada leluhur, dan rasa syukur kepada Tuhan. 

Dengan terus melestarikan Erau, masyarakat Kutai Kartanegara turut menjaga jati diri dan nilai-nilai kebudayaan yang menjadi bagian penting dari peradaban Nusantara.(*)

Kategori :