Jejak Kolonial di Kota Temanggung: Ingatan Sejarah di Kota Agraris

Jejak Kolonial di Kota Temanggung: Ingatan Sejarah di Kota Agraris

Salah satu bangunan kolonial yang masih bertahan adalah bekas rumah controleur yang kini digunakan sebagai sekolah dasar. - Foto Instagram@netherlandsindies--

MEDIALAMPUNG.CO.ID – Kota Temanggung kerap luput dari perhatian ketika membicarakan peninggalan kolonial di Jawa Tengah. Tidak seperti Semarang dengan Lawang Sewu atau Ambarawa dengan benteng dan museum keretanya, Temanggung memang tidak menampilkan bangunan kolonial yang mencolok. 

Namun di balik kesederhanaannya, kota agraris ini menyimpan jejak sejarah kolonial yang menyatu dengan kehidupan masyarakat dan lanskap perkotaannya.

Secara geografis, Temanggung berada di kawasan Dataran Kedu yang subur dan dikelilingi pegunungan. 

Kondisi alam ini menjadikannya berkembang sejak lama sebagai wilayah pertanian strategis yang menopang kehidupan ekonomi dan politik di Jawa Tengah.

BACA JUGA:Huta Siallagan, Warisan Sejarah Raja Batak di Pulau Samosir

Akar Sejarah Sebelum Masa Kolonial

Jejak sejarah Temanggung dapat ditelusuri jauh sebelum kedatangan kolonial Belanda. 

Sejumlah prasasti dari masa Hindu-Buddha, seperti Prasasti Gondosuli, Wanua Tengah, dan Mantyasih, menjadi bukti penting keberadaan wilayah ini dalam struktur kekuasaan kuno. 

Pada masa Mataram Islam, Temanggung berperan sebagai lumbung pangan kerajaan, khususnya dalam produksi beras yang menopang kebutuhan pusat kekuasaan.

BACA JUGA:Pinus Eco Park Lampung Barat, Wisata Alam Sejuk Favorit Keluarga di Sumber Jaya

Perubahan Administratif di Era Kolonial

Memasuki masa kolonial, Temanggung berada di bawah Karesidenan Kedu. Wilayah ini sebelumnya dikenal sebagai Kabupaten Menoreh dengan pusat pemerintahan di Parakan. 

Perubahan besar terjadi pada 1834 ketika pemerintah kolonial memindahkan ibu kota kabupaten ke Temanggung sekaligus mengganti nama wilayah administratifnya.

Pemindahan ini tidak hanya didorong pertimbangan administratif, tetapi juga dipengaruhi pandangan kosmologis Jawa yang meyakini bahwa wilayah yang pernah diduduki musuh dianggap tidak lagi layak menjadi pusat kekuasaan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: