Tradisi Unik Meruncingkan Gigi di Suku Mentawai, Sumatera Barat
Tradisi meruncingkan gigi di Suku Mentawai adalah salah satu dari sekian banyak kekayaan budaya Indonesia yang patut dihargai. Foto: Instagram@padangekspres--
BACA JUGA:Cara Memasak Lele Lebih Sehat Tanpa Minyak dan Santan
Mereka percaya bahwa melalui rasa sakit, seorang perempuan membuktikan ketabahan, kekuatan, dan keberaniannya.
Tidak semua orang mampu melalui proses ini, sehingga yang berhasil dianggap memiliki kedudukan istimewa di mata masyarakat.
Selama proses, biasanya perempuan tersebut akan ditemani oleh anggota keluarga, tetua adat, dan orang-orang terdekat.
Mereka memberikan dukungan moral, doa, dan semangat agar prosesi berjalan lancar. Beberapa upacara bahkan dilengkapi dengan ritual adat khusus untuk memohon perlindungan dari roh leluhur.
BACA JUGA:Enzim di Usus Halus; Jenis dan Perannya dalam Pencernaan
Nilai Estetika dan Filosofis
Tradisi meruncingkan gigi tidak lepas dari pandangan estetika Suku Mentawai. Sama seperti sebagian masyarakat di dunia yang melakukan modifikasi tubuh—seperti menato kulit, menindik, atau meregangkan daun telinga—orang Mentawai menganggap gigi runcing sebagai bentuk keindahan yang ideal.
Filosofi yang terkandung di balik tradisi tersebut cukup dalam. Gigi runcing menjadi simbol kesetiaan pada adat, keberanian untuk menghadapi rasa sakit demi kehormatan, dan bukti bahwa seseorang telah melewati tahap penting dalam hidupnya.
Bagi sebagian besar perempuan Mentawai, tradisi ini juga menjadi cara untuk mempertahankan hubungan dengan leluhur dan menjaga identitas budaya agar tidak hilang dimakan waktu.
BACA JUGA:Tiga Kali Berturut-turut, Lampung Pertahankan Gelar Provila
Perubahan di Era Modern
Seiring dengan perkembangan zaman tradisi meruncingkan gigi mulai jarang dilakukan. Pengaruh budaya luar, pendidikan formal, serta perkembangan teknologi kesehatan membuat banyak orang menganggap praktik ini tidak lagi relevan. Beberapa pihak menilai bahwa modifikasi gigi dapat menimbulkan risiko kesehatan, sehingga mulai menghindarinya.
Meski demikian, masih ada perempuan Mentawai yang memilih menjalani prosesi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan nenek moyang.
Bahkan, dalam beberapa acara adat atau festival budaya, proses peruncingan gigi kembali diperlihatkan—bukan untuk diikuti oleh semua orang, melainkan sebagai pertunjukan budaya yang memperkenalkan tradisi tersebut kepada wisatawan dan generasi muda.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





