Begini Aturan Hukum Nikah Beda Agama di Indonesia
--
Dasarnya, undang-undang pernikahan di Indonesia ini belum secara tegas mengatur tentang nikah beda agama. Karena itu, terdapat suatu kekosongan hukum mengenai hal ini.
BACA JUGA:Cara Daftar Seleksi CPNS dan PPPK Tahun 2023 Berikut Jadwal Lengkapnya
Syarat sah perkawinan yaitu ketika pernikahan dijalankan dengan sesuai prinsip agama dan keyakinan pribadi, yang sudah dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.
Hal ini mengindikasikan bahwa dimana UU Perkawinan mengandalkan pandangan dari agama masing-masing yang sudah terkait dengan hukum nikah beda agama.
Apakah Diperbolehkan Menikah Berbeda Agama?
Di dalam catatan sejarahnya, kelayakan nikah beda agama dapat dilihat dari interpretasi yang dibuat oleh Mahkamah Agung (MA), sebagaimana dalam Putusan MA Nomor 1400 K/PDT/1986.
BACA JUGA:Nikmati Promo Bebas 1 Bulan Cicilan untuk Pengguna Kredivo Premium Hingga 30 September 2023
Putusan ini mengulas bahwa kantor catatan sipil dikala itu diizinkan mengenai mendaftarkan nikah beda agama.
Situasi yang timbul dari upaya pencatatan pernikahan dilakukan oleh seorang wanita beragama Islam dengan pasangannya yang beragama Kristen Protestan.
Dalam putusannya, MA memutuskan bahwa dimana dengan mengajukan pencatatan pernikahan di kantor catatan sipil, pasangan ini memilih agar pernikahannya tidak dijalankan sesuai dengan ajaran agama Islam.
Untuk itu, status agama pemohon (Islam) tidak menjadi perhatian utama, sehingga kantor catatan sipil diperintahkan agar mendaftarkan pernikahan tersebut sebagai hasil upaya pernikahan beda agama yang mereka lakukan.
BACA JUGA:7 Mata Uang dengan Nilai Tukar Terendah di Dunia, Rupiah Salah Satunya
Namun, dalam konteks ini sekarang, telah dikeluarkan Surat Edaran (SE) Ketua MA Nomor 2 Tahun 2023 dengan memberikan arahan untuk hakim dalam menilai permohonan pencatatan pernikahan antar umat dengan keyakinan berbeda.
Dalam Surat Edaran tersebut, dijelaskan dimana hakim harus berpegang pada panduan bahwa pernikahan yang sah adalah pernikahan dengan diselenggarakannya sesuai hukum agama dan keyakinan masing-masing, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan.
Pengadilan juga tidak akan menerima permohonan yang pencatatan pernikahan antar umat berbeda agama dan keyakinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: