Ratusan Petani Kembali Gelar Aksi Tolak Sewa Lahan Kota Baru

Ratusan Petani Kembali Gelar Aksi Tolak Sewa Lahan Kota Baru

--

BACA JUGA:Bapperida Tanggamus Jadi Yang Pertama di Lampung

Wilayah yang tadinya merupakan bagian dari kawasan hutan Register 40 tersebut dialih fungsikan dan ditukar guling dengan wilayah di Daerah Tulang Bawang dengan dalih pembangunan ibu kota batu bagi Provinsi Lampung. 

Penolakan terhadap upaya sewa paksa lahan tersebut sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2014, dimana masyarakat juga pernah ditodong oleh Pemerintah Provinsi untuk melakukan sewa lahan yang selama puluhan tahun sudah mereka garap kepada Pemerintah. 

Adapun protes ini dilakukan kembali hari ini karena terbitnya Surat Keputusan Gubernur Nomor G/293/V1.02/HK/2022 tentang Penetapan Sewa Tanah Kotabaru Yang Belum Dipergunakan Untuk kepentingan Pembangunan Provinsi Lampung pada tanggal 22 April 2022 masyarakat penggarap dipaksa membayar uang sewa sebesar Rp. 300 per meter untuk satu tahun.

Adapun yang menjadi dasar dilakukan penolakan kembali terhadap kebijakan yang kali ini lahir dan Gubernur Arinal Djunaidi hari ini adalah besarnya uang sewa di tengah keadaan ekonomi pasca pandemi ditambah dengan naiknya harga BBM saat ini sangat berdampak bagi masyarakat, belum lagi pupuk yang sulit dis dan harga singkong yang terbilang murah yakni Rp.1.200 per/kilo, Itupun masih harga kotor belum dipotong kadar air 40 persen. 

BACA JUGA:Istri Tak Bisa Melayani, Anak Kandung Disetubuhi

Selain itu, petani penggarap lahan Kota Baru selama ini tidak pernah dianggap sebagai warga Indonesia dan penduduk dari Provinsi Lampung Kebijakan sewa paksa tersebut seolah meniadakan keberadaan masyarakat petani penggarap yang puluhan tahun ada di sana.

Petani dibuat tidak memiliki pilihan ketika ia harus menerima intimidasi dari Suman Petugas (Satgas) yang merupakan anggota Satpol PP Provinsi yang berjaga di wilayah Kota Baru. 

Padahal jika mengingat program Gubernur Lampung soal Petani Berjaya, mestinya nasib petani di Provinsi Lampung akan dapat lebih terjamin, namun dengan adanya kebijakan ini justru membuat petani mati di lumbung padi karena harus kehilangan alat produksi berupa lahan. 

Apa yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi hari ini dengan memaksa petani melakukan sewa dengan di bawah ancaman dan intimidasi terhadap penggusuran dan pengusiran dari lahan mereka tak ubahnya seperti pemerintahan otoriter di masa Orde Baru.*

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: