Ratusan Petani Kembali Gelar Aksi Tolak Sewa Lahan Kota Baru

Ratusan Petani Kembali Gelar Aksi Tolak Sewa Lahan Kota Baru

--

BACA JUGA:Disporapar Lambar Melaksanakan Silakrama Hari Galungan Wisata Tri Hita Karana

"Masyarakat kami sudah baik-baik di lahan, kalau ditarik jangan sebesar itu  karena sudah sebesar itu kami tolak mentah-mentah," tegasnya. 

Sementara dalam keterangan persnya LBH Bandarlampung, mereka menuntut Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menolak pemberlakuan sewa terhadap lahan Kota Baru.

Mereka menyampaikan tuntutan ialah pertama Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mencabut Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/293/VI.02/HK/2022 tentang Penetapan Sewa Tanah Kotabaru.

Kedua, hentikan Segala Bentuk Intimidasi dan provokasi yang dilakukan terhadap masyarakat petani penggarap di lahan Kota Baru. 

BACA JUGA:Tahun Ini, Pemkab Siapkan Gaji PPPK Rp36,359 Miliar

Ketiga, buka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat petani penggarap untuk dapat melakukan diskusi dan negosiasi terhadap upaya pemanfaatan lahan Kota Baru dengan Pemerintah Provinsi Lampung.

Para aksi menyebut bahwa aktivitas penggarapan lahan untuk pertanian di wilayah Kota Baru tidak semerta-merta dilakukan oleh masyarakat, lahan yang sebelumnya merupakan wilayah kehutanan yakni Register 40 Gedong Wani tersebut memiliki sejarah panjang yang melekat dengan masyarakat disana.

Dinamika pengelolaan lahan di wilayah Kota Baru tak terlepas dari peran masyarakat yang telah membuka lahan sejak 1960an yang kemudian pada tahun 1970 terbitlah izin pengelolaan lahan kehutanan dari Dinas Kehutanan kala itu kepada beberapa perusahaan yang salah satunya adalah PT Mitsugoro yang kemudian melakukan penanaman palawija (jagung, sorgum, dan singkong). 

Hingga pada tahun 1984 PT Mitsugoro pun bangkrut dan meninggalkan lahan dengan menyisakan HGU 20 tahun, yang kemudian pengelolaan lahan dilanjutkan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 

BACA JUGA:KPU Way Kanan Lantik 75 Orang PPK

Selain meninggalkan lahan, sebagian masyarakat lainnya tidak memiliki pilihan lain selain bekerja pada PT Mitsugoro dan LIPI sebagai buruh upah yang bekerja merawat tanaman pertanian milk perusahaan.

Reformasi 1998 menjadi titik balik masyarakat untuk melakukan reclaiming atau penguasaan lahan kembali di wilayah itu. 

Tahun 2001 masyarakat juga sempat dilibatkan dalam pembinaan oleh pemerintah melaka Gerakan Nasional rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), bahwa masyarakat melakukan penanaman tanaman tajuk tinggi, tajuk rendah dan tajuk sedang sebagai bentuk rehabilitasi Kawasan hutan. 

Aktivitas penggarapan tersebut terus dilakukan hingga hari ini meskipun dalam perjalannya pada tahun tahun 2011 Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan kebijakan pembangunan kota baru untuk pusat pemerintahan Provinsi Lampung seluas 1300 Ha, melalui Peraturan Daerah No.12/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009 Sampai Dengan 2029. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: