Konflik Aktivitas Galian C di Buaynyerupa Selesai dengan Mediasi

Konflik Aktivitas Galian C di Buaynyerupa Selesai dengan Mediasi

Medialampung.co.id - Konflik sosial pada aktivitas penambangan pasir atau galian C di Way Warkuk Pekon Buaynyerupa, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat yang sebelumnya berujung pada aksi demonstrasi yang dilakukan puluhan warga telah selesai dimediasi pemerintah pekon dengan menghasilkan sejumlah kesepakatan.

Peratin Buaynyerupa Ahmad Naser mengaku bersyukur karena konflik antara penambang dan masyarakat tersebut telah berhasil ditengahi dan menghasilkan sejumlah kesepakatan yakni pihak penambang bersedia memenuhi tuntutan warga, dimana dalam operasional hanya menggunakan satu mesin penyedot pasir.

“Alhamdulilah permasalahan bisa ditengahi, sesuai tuntutan masyarakat bahwa galian C itu hanya boleh beroperasi menggunakan satu mesin penyedot pasir dan tidak boleh menurunkan alat berat, dan itu disetujui oleh pihak penambang,” ungkap Naser.

Kesepakatan tersebut, terusnya akan dituangkan dalam surat kesepakatan yang saat ini sedang dibuat oleh pemerintah pekon setempat. “Karena kesepakatan in bersifat tetap, maka akan kami buatkan perjanjian untuk ditandatangani kedua belah pihak,” imbuhnya.

Sekadar diketahui, sebelumnya puluhan sebelumnya Warga Pekon Buaynyerupa, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat menggelar aksi demonstrasi, Selasa (12/10) lalu. Massa yang merupakan kalangan petani di wilayah itu mendesak aktivitas galian C atau tambang pasir  di wilayah itu ditutup karena telah memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan.

Dalam aksinya, massa membekali diri dengan berbagai poster dengan beragam tulisan diantaranya “Banjir Datang, Pangkalan Senang. Sekam (Kami) Miwang (Menangis)”, “Stop Galian C” dan beberapa tulisan sebagai bentuk aksi protes lainnya.

Membacakan pernyataan sikap warga, Hermanto selaku orator menegaskan bahwa masyarakat yang terdampak aktivitas  galian C di Wilayah Pemangku Negeriratu Tengah meminta agar penambangan pasir tersebut ditutup.

“Karena jelas ada pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat secara tertulis, salah satunya masuknya alat berat (excavator) di lokasi penambangan pasir ini,”ucapnya.

Padahal, lanjut dia, sebelumnya masyarakat dan pengelola galian C telah mentoleransi dengan membuat dua kali kesepakatan yang telah dilakukan pada tanggal 19 April 2021, yang juga diketahui Pemerintah Kecamatan Sukau dan Peratin Buay Nyerupa serta ditandatangani di atas materai oleh pengelola galian C bahwa pihak pengelola bersedia untuk segera mengeluarkan alat berat Excavator dari lokasi dan apabila dilanggar akan diberi tindakan lebih lanjut.

Selanjutnya, pada tanggal 8 Juni 2021 diadakan kesepakatan yang kembali diketahui oleh Peratin Buaynyerupa yang isinya pengelola galian C hanya diperbolehkan menggunakan satu unit mesin penyedot pasir dan tidak menggunakan alat berat jenis apapun.

“Sementara bisa kita lihat bersama, saat ini ada tiga mesin penyedot pasir yang beroperasi. Ditambah ada alat berat di lokasi penambangan. Artinya, kesepakatan yang ada sudah dilanggar sehingga jika galian C pasir ini tidak ditutup maka kami akan melanjutkan tuntutan kami kepada Pemkab Lambar dan DPRD Lambar untuk memberikan tindakan,” imbuhnya.

Sementara itu, berdasarkan surat keterangan yang disampaikan secara tertulis melalui media, masyarakat menuntut pangkalan pasir galian C dengan alasan karena selama bertahun-tahun kegiatan Galian C ini berdampak terhadap kerusakan bagi area lahan persawahan warga, banyak area persawahan warga yang selain longsor akibat tergerus air juga banyak sumber air sawah yang gantung akibat air semangkin mendalam dari permukaan. Selanjutnya  manfaat dari galian C tersebut hanya memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan sebab akibat yang dihasilkan

Sehingga dalam tuntutannya masyarakat mendesak agar selain dilakukan penutupan pangkalan pasir, juga meminta Bupati Lambar Hi.Parosil Mabsus untuk turun langsung meninjau ke lokasi dan menghitung kerugian masyarakat selama kegiatan penambangan berlangsung. 

Perlu diketahui oleh pemerintah bahwa kehidupan masyarakat pekon yang terdampak khususnya 85 % bergantung dari hasil persawahan ini, apalagi areal persawahan itu merupakan warisan dari generasi ke generasi dan menjadi tempat menggantungkan kehidupan masyarakat setempat.(edi/mlo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: