MEDIALAMPUNG.CO.ID – Tawur merupakan salah satu hidangan tradisional Jawa yang dikenal sederhana namun sarat nilai budaya.
Di sejumlah daerah, hidangan ini memiliki sebutan berbeda menyesuaikan kebiasaan lokal.
Secara umum, tawur merujuk pada sajian yang memadukan berbagai bahan dalam satu hidangan—umumnya sayuran rebus, parutan kelapa, dan bumbu ringan—yang menghasilkan cita rasa segar, gurih, serta kuat akan nuansa pedesaan.
BACA JUGA:Sebanyak 105 Peserta Sekolah Lansia Resmi Diwisuda untuk Pertama Kalinya oleh Pemkot Bandar Lampung
Asal Usul dan Makna Budaya
Dalam tradisi Jawa, kata tawur sering dikaitkan dengan konsep “campuran” atau “persembahan”. Dalam konteks kuliner, tawur dipandang sebagai cerminan kehidupan agraris masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong.
Hidangan ini lazim hadir dalam acara kebersamaan, kenduri sederhana, maupun santapan sehari-hari di pedesaan.
Bahan yang digunakan sebagian besar berasal dari hasil kebun seperti kacang panjang, kecambah, daun singkong, atau sayuran lain yang melimpah saat panen.
Karena itu, tawur juga menjadi simbol rasa syukur atas rezeki alam dan kedekatan masyarakat dengan lingkungan sekitar.
BACA JUGA:Stok Sembako di Bandar Lampung Dipastikan Aman Jelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Bahan Utama dan Komposisi Sajian
Setiap daerah memiliki variasi tersendiri dalam penyajian tawur. Namun, secara umum hidangan ini memadukan sayuran rebus seperti bayam, kangkung, daun pepaya muda, atau kacang panjang, yang kemudian dicampur dengan parutan kelapa berbumbu sederhana.
Bumbu tersebut biasanya terdiri dari garam, bawang, cabai, dan sedikit kencur untuk memberi aroma khas.
Beberapa daerah menambahkan sentuhan lokal seperti tempe semangit, kacang tanah sangrai, atau irisan daun jeruk untuk memperkaya rasa. Perpaduan tersebut menghasilkan hidangan yang ringan namun tetap mengenyangkan, sehingga sangat cocok sebagai lauk pendamping nasi hangat.
BACA JUGA:Bandar Lampung Raih Penghargaan Kota Terinovatif pada IGA 2025