Lalu muncul adanya keributan-keributan tersebut, pihaknya pun melakukan gugatan ke pengadilan. Tetapi, dalam perjalanan karena tergugat 2 ini dikenal sangat pintar memutar balikkan fakta.
"Jadi tergugat 2 ini datang ke posbakum tempat kami di PN Kota Agung dan menyampaikan bahwa si Srihadi ini sudah meninggal dunia. Tetapi kami tidak semerta merta kami percaya. Jadi memang tim kami mencari dimana alamat si Srihadi berada dan ketemu juga dengan anaknya yang namanya Mardianto menyatakan bahwa Srihadi sudah meninggal dunia," ungkap dia.
Pada akhirnya dari pernyataan ahli waris itu, pihaknya pun mengambil kesimpulan, dengan tidak mungkin pihaknya sebagai kuasa hukum menggugat orang yang sudah meninggal dunia.
"Apalagi ini perdata, lalu kami cabut dan sesuai prosedur kami mengajukan secara tertulis itu pun dalam persidangan. Artinya para pihak disitu tergugat 1 dan 2 mengakui dan mengetahui apabila kita mencabut dasarnya ini. Dan bahwa kita mencabut Gugatan perkara Nomor 7/Pdt.G/2024/PN.Kot dikarenakan Tergugat 3 atas nama Srihadi meninggal dunia," terangnya.
BACA JUGA:Serapan Pupuk Subsidi di Pesisir Barat Tinggi
Kemudian pada tanggal 20 Mei 2024 kami mendaftarkan kembali gugatan ini dengan nomor perkara 12/Pdt.G/2024/PN.Kot dan disidangkan kembali. "Perlu kami garis bawahi kalau ini kasusnya perdata tentu larinya ke ahli waris. Beda dengan pidana, misal terdakwa dan terlapor telah meninggal dunia hubungan hukum terputus," ucapnya.
"Jadi disini jangan mendramatisir dan jangan terlalu juga pintar bersilat lidah dan hati hati dalam menggiring opini sebuah pemberitaan yang sifatnya tersebar publik. Kita sudah jelaskan dari awal bahwa pencabutan bukan mau kita. Nah dalam pemberitaan yang dilakukan media online dan wartawannya ini kami seolah-olah sangay disudutkan," tambahnya lagi.
Ada beberapa poin menurut Indah Meyland, bahwa apa yang diberitakan oleh media online dan oknum wartawannya itu tidak ada yang benar.
"Poin-poinnya kita katanya kami ingin menjadi kuasa hukum dari tergugat 3 Mardianto. Kenapa saya sampaikan seperti itu enggak mungkin secara logika hukumnya kita menggugat orang orang tergugat. Yang artinya ada timbul kerugian masa kita menginginkan menjadi kuasa hukum tergugat tiga," tegasnya.
BACA JUGA:IKP di Pesisir Barat Rawan Sengketa Hasil Pemilu
"Karena ada timbul kerugian, logikanya saya kenal tidak dengan tergugat 3 ini karena kenapa kita masukan, ya itu alur ceritanya seperti itu. Kedua, yang menjadi latar belakang kita gugat adalah surat hibah, dan surat hibah ini yang kami duga ada pemasluan," tambah dia.
Dikatakan oleh Indah Meyland, pemasluan yang dimaksud seperti tanda tangan dan kepemilikan karena sebelum pihaknya gugat dan telusuri pemilik asli ahli waris dari Ngadirin yaitu Maryanto.
"Beranjak dari sana kami tanyakan siapa Srihadi itu kalau memang dia saudara otomatis dia kenal dan ini dia tidak kenal sama sekali. Masa bisa orang lain melakukan dan menghibahkan tanah orang tuanya kepada orang lain sendiri," jelasnya.
Apalagi, pihakya pun begitu sangat keberatan lagi dengan ada bahasa dalam pemberitaan yang bahasanya menyudutkan seolah-olah pihaknya selaku kuasa hukum ingin menjadi kuasa hukum tergugat.
BACA JUGA:Pj Gubernur Lampung Samsudin Prioritaskan Masalah Stunting, Inflasi dan Ketahan Pangan
"Kita belum pernah bertemu tetapi didalam pemberitaan ada pernyataan seperti itu. Selanjutnya kita tegaskan lagi terkait dengan disampaikan dalam pemberitaan itu pengacara nya melarang untuk datang dan ini tidak masuk logika," ungkapnya.