MEDIALAMPUNG.CO.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi uang tunjangan kinerja (tukin) atau remunerasi tahun 2022 pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Hutamrin menjelaskan, dugaan korupsi di Kejari Bandar Lampung adalah terkait adanya mark up tukin atau remunerasi pegawai tahun 2022.
"Kasus ini berawal dari Laporan Hasil Inspeksi Kasus Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Lampung pada 15 September 2022. Dari hasil pemeriksaan internal pengawasan ditemukan adanya indikasi perbuatan korupsi di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung tentang pemotongan tunjangan kinerja," kata Hutamrin kepada wartawan di Gedung Pidsus didampingi Kasi Penyidikan Krisnandar dan Kasipenkum Kejati Lampung I Made Agus Putra, Senin 31 Oktober 2022.
Kasus tersebut, kata Hutamrin, kemudian dinaikkan ke tahap penyidikan karena ada bukti permulaan yang cukup. "Penyidik sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor: Print-03/L.8/Fd.1/10/2022 tanggal 4 Oktober 2022," jelasnya.
BACA JUGA:Tidak Ada Penerimaan Beasiswa Seni Tahun 2023 di Lambar
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Cirebon itu mengatakan peningkatan status ke penyidikan tersebut menegaskan bila ini menunjukkan bila kejaksaan tak pandang bulu dalam penegakan hukum.
"Berdasarkan perintah pimpinan kita tidak hanya tajam ke bawah, tidak hanya tajam ke atas, tapi juga tajam ke samping. Siapapun melakukan tindak pidana akan kita tindak sesuai aturan berlaku," jelasnya.
Modus yang dilakukan, kata Hutamrin, pegawai di bagian keuangan Kejari Bandar Lampung melakukan mark up atau penggelembungan besaran tukin pegawai.
"Uang tersebut masuk rekening pegawai, kemudian diminta dipindahkan ke rekening yang lain. Seolah-olah itu atas perintah Kepala Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Pengajuan tukin ini ada beberapa bank antara lain BNI, BRI dan Mandiri," jelas Hutamrin.
BACA JUGA:Enam Sanggar di Lambar Belum Serap Dana Hibah
Dari pemeriksan Bidang Pengawasan Kejati Lampung, indikasi kerugian negara sebesar Rp1,8 miliar.
"Indikasi kerugian yang dihitung bagian pengawasan Rp1,8 miliar. Hasil pemeriksaan di bidang pengawasan ada yang telah dikembalikan, tetapi ada yang belum dikembalikan jumlahnya cukup besar sekitar Rp780 juta," ungkapnya.
Pemeriksaan saksi-saksi kata Hutamrin sudah dilakukan baik dari pegawai Kejari Bandar Lampung maupun dari pihak bank pemerintah setidaknya ada 10 saksi yang diperiksa.
Namun pihaknya belum menetapkan tersangka. "Saksi-saksi sudah. Penentuan tersangka belum. Nanti ditetapkan (tersangka) siapa yang paling bertanggungjawab. Kita cari aktor intelektualnya," tegasnya. (*)