Menembus Lorong Waktu di Desa Adat Bena, Flores
Kampung Adat yang Menjadi Primadona Wisata Bena menjadi salah satu ikon wisata utama Kabupaten Ngada. Foto:Instagram@puspita_nagari--
BACA JUGA:Mengenal Tari Gantar, Tarian Dayak Penuh Makna dari Kalimantan Timur
Simbol Leluhur di Tengah Kampung
Salah satu aspek menarik dari Bena adalah keberadaan peninggalan megalitik yang masih dilestarikan.
Di tengah kampung terdapat batu-batu besar dari zaman megalitikum, yang hingga kini digunakan untuk ritual adat.
Batu lonjong bernama Watu Lewa berfungsi sebagai meja upacara. Ada pula batu lain bernama Nabe, serta sebuah batu besar berbentuk kursi sidang di bagian utara kampung.
BACA JUGA:Kalamba di Lore Lindu: Jejak Kuburan Prasejarah di Tengah Pegunungan Sulawesi Tengah
Kursi batu itu disebut Turbupati, tempat khusus bagi kepala suku untuk membahas persoalan penting atau memberikan keputusan adat. Hanya pemimpin adat yang diperbolehkan duduk di sana.
Tidak jauh dari batu-batu tersebut berdiri dua jenis bangunan sakral: nga’du dan bhaga. Keduanya dibuat berpasangan dan berbaris sebanyak sembilan unit sesuai jumlah suku di Bena.
Nga’du merupakan simbol nenek moyang laki-laki, berbentuk seperti tiang dengan atap ijuk yang menjulang. Sementara Bhaga melambangkan nenek moyang perempuan, bentuknya menyerupai rumah kecil.
Kedua simbol itu ditempatkan di halaman tengah desa sebagai penanda penghormatan kepada leluhur. Masyarakat percaya bahwa harmoni kampung terjaga karena keberadaan dua simbol tersebut.
BACA JUGA:Tari Kecak Bali: Sejarah, Makna, dan Keunikannya
Rumah sebagai Pusat Kehidupan Sosial
Bagi masyarakat Bena, rumah bukan sekadar tempat tinggal. Rumah menjadi ruang untuk berdiskusi, menyelesaikan masalah, dan mengenang leluhur. Para tetua adat sering memberi nasihat kepada generasi muda di dalam rumah sebagai wujud pelestarian nilai-nilai budaya.
Pada bagian depan rumah, sering terlihat hiasan tanduk kerbau, taring babi, dan rahang hewan. Hiasan ini adalah hasil dari hewan korban pada upacara adat dan menjadi simbol status sosial keluarga.
Pekerjaan masyarakat Bena juga terikat pada tradisi. Para laki-laki biasanya mengelola kebun dan menanam komoditas seperti kakao, kemiri, dan cengkeh. Sementara kaum perempuan dikenal piawai menenun kain tradisional yang menjadi cenderamata favorit wisatawan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




