Tradisi Unik Berburu Paus di Lamalera, Warisan Budaya dari Flores
Tradisi berburu paus di Lamalera adalah contoh nyata bagaimana masyarakat menjaga hubungan harmonis dengan alam melalui adat dan kearifan lokal. -Foto Instagram@ricsnt-
Setelah tombak pertama tertancap, anggota awak lainnya ikut membantu dengan menembakkan tempuling tambahan.
Saat paus berhasil dilumpuhkan, seluruh awak bekerja sama menarik hewan tersebut ke perahu, lalu dibawa pulang ke desa.
BACA JUGA:Pakaian Adat Riau: Identitas Melayu yang Menjaga Kesantunan
Nilai Sosial dalam Pembagian Hasil Buruan
Keunikan tradisi berburu paus di Lamalera tidak hanya terletak pada cara berburu, tetapi juga dalam pembagian hasilnya.
Sesampainya di daratan, daging paus dibagi rata kepada seluruh masyarakat desa. Tidak ada yang dibiarkan kelaparan karena semua keluarga berhak mendapatkan bagian.
Selain dimakan langsung, sebagian daging diasinkan dan dijemur untuk disimpan sebagai cadangan makanan, terutama saat musim paceklik.
BACA JUGA:Tradisi Rokat Tase Masyarakat Madura yang Sarat Makna
Ada pula yang dibarter di pasar tradisional dengan kebutuhan pokok lain seperti beras, jagung, atau sayur-sayuran.
Sistem pembagian ini menunjukkan betapa kuatnya nilai kebersamaan dan solidaritas sosial di Lamalera.
Bagi mereka, berburu paus bukan untuk kepentingan pribadi atau keuntungan komersial, melainkan untuk memenuhi kebutuhan bersama.
Bahkan dalam setahun, jumlah paus yang diburu biasanya tidak lebih dari 20 ekor.
BACA JUGA:Tradisi Perang Nasi di Ngawi: Perayaan Panen yang Unik dan Penuh Keceriaan
Antara Pelestarian Budaya dan Konservasi Alam
Tradisi berburu paus di Lamalera sempat mendapat sorotan dari berbagai pihak, terutama organisasi pelestarian alam yang khawatir akan keberlangsungan populasi paus.
Namun, setelah ditinjau lebih dalam, tradisi ini berbeda dari praktik perburuan komersial yang sering dilakukan di negara lain. Nelayan Lamalera hanya berburu seperlunya dan mengikuti aturan adat yang ketat, sehingga tidak merusak keseimbangan ekosistem laut.
Pemerintah daerah bersama lembaga internasional akhirnya memahami bahwa baleo adalah bagian dari identitas masyarakat Lamalera yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, tradisi ini tetap diperbolehkan dengan pengawasan, asalkan dijalankan sesuai aturan adat yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




