Pinjaman Online dan Judi Online Picu KDRT Hingga Perceraian

Pinjaman Online dan Judi Online Picu KDRT Hingga Perceraian

Pinjaman Online dan Judi Online Picu KDRT Hingga Perceraian--

MEDIALAMPUNG.CO.ID – Pinjaman online (pinjol) dan judi online (Judol) kini menjadi salah satu pemicu utama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga perceraian. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Bandar Lampung, tetapi juga di berbagai daerah lainnya.

Permasalahan ini kian serius di kalangan pasangan rumah tangga di Kota Bandar Lampung. Ketegangan ekonomi yang dipicu oleh utang dari pinjaman online dan kecanduan judi online sering kali berujung pada pertengkaran yang berakibat pada KDRT dan perceraian.

“Permasalahan ini biasanya diawali oleh kesulitan ekonomi, terutama akibat pinjaman online dan judi online, yang kemudian memicu pertengkaran hingga KDRT,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Maryamah, Jumat, 27 September 2024.

Maryamah menjelaskan, KDRT yang dipicu oleh masalah ekonomi ini tidak hanya menyebabkan kekerasan fisik, tetapi juga mengarah pada perceraian. “Mereka seringkali sudah tidak lagi memikirkan keluarganya, dan yang paling kasihan adalah anak-anak, karena mereka menjadi korban dari situasi ini,” tambahnya.

BACA JUGA:Layanan SIM Drive Thru dan E-TLE Segera Hadir di Bandar Lampung

Menurut hasil survei dan penilaian yang dilakukan Dinas PPPA, dampak KDRT tidak hanya berpengaruh pada pasangan, tetapi juga terhadap psikologis anak-anak yang menjadi saksi. Anak-anak yang terlibat dalam situasi ini berisiko mengalami trauma, bahkan menjadi korban bullying di lingkungan sosialnya.

“Perceraian sangat merugikan keluarga, terutama anak-anak. Oleh karena itu, kami di Dinas PPPA bekerja sama dengan berbagai pihak sangat serius menangani masalah ini,” kata Maryamah.

Sayangnya, jumlah korban KDRT yang melapor di Bandar Lampung masih sangat sedikit. Banyak korban yang enggan melaporkan kasus ini karena faktor privasi rumah tangga. 

“Biasanya, yang melaporkan adalah anggota keluarga, dan itu pun jika sudah ada bukti yang kuat. Selain itu, hanya sedikit yang mau menjalani visum. Mereka kesulitan mengakui masalah ini karena menyangkut privasi. Kecuali kalau kasusnya sudah viral, baru mereka berani melapor,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: