Kenapa Advokat Terkesan Banyak dari Suku Batak (Bagian 3, terakhir)
Ruang musyawarah adat Suku Batak yang menyerupai ruang sidang pemgadilan. Bangku atau tempat duduk terdakwa yang lebih kecil. Sebaliknya bangku buat Sang Radja lebih besar. Batu tempat terdakwa yang bersalah dan dihukum mati lewat cara penggal kepala.--
Di tengah terdapat kursi kecil. Inilah kursi untuk orang yang dianggap melakukan kejahatan. Di tempat itulah mereka “diadili”
Nah di sebelah kiri para terdakwa tersebut terdapat tempat duduk untuk “para pembela” yang mirip dengan peran advokat seperti sekarang.
Para advokat inilah yang harus bermusyawarah mewakil para terdakwa. Biasanya para “advokat” ini masih kerabat dari terdakwa. Demikian pula para pendakwa atau pihak yang dirugikan kebanyakan masih terbilang kerabat juga. Disinilah para “advokat” tersebut diuji kepiawaiannya bernegosiasi dengan berbagai kerabatnya.
H. Jenis Kejahatan
Dari berbagai penelusuran antropologis, kerajaan-kerajaan di suku Batak sudah memiliki kategorikal kejahatan. Jika dikelompokan, rata-rata terdapat tiga jenis kejahatan, dengan berbagai variannya.
Kejahatan pertama, yang paling ringan, biasanya mencuri, penggelapan dan sejenisnya. Untuk kejahatan ini hukumannya dapat dikompensasi ganti dan berbagai aturan dengan filosofi keseimbangan adat.
Misal jika mencuri satu kerbau harus mengganti dengan empat kerbau dan berbagai upacara adat. Jika tidak mampu mengganti sesuai dengan persyaratan adat, pelakunya harus menjalankan hukuman.
Pada tingkat kedua, kejahatan yang lebih berat, seperti pembunuhan. Selain pelaku harus menjalankan hukuman yang lebih berat, tergantung pula kepada sikap keluarga korban. Apakah mau memaafkan atau tidak. Demikian pula mungkin ada hal-hal yang dapat dimaafkan tidak.
Lantaran berhadapan dengan sesama kerabat yang punya hak untuk memberikan keringanan hak-hak tertentu, para “advokat” ini dituntut memiliki keluwesan dan penguasaan terhadap aturan-aturan yang ada.
Jenis kejahatan ketiga, kejahatan yang dianggap sangat berat, yaitu kejahatan yang dianggap menyerang integritas keluarga kerajaaan. Termasuk jenis ketiga ini, kejahatan yang merongrong terhadap kedaulatan kerajaan seperti menjadi mata-mata atau penghianat.
Untuk jenis ini, biasanya tidak diperlukan lagi para advokat, tetapi langsung dihukum berat. Biasanya mati. Umumnya digorok. Peninggalan tempat hukuman mati juga masih dapat ditemui di beberapa peninggalan suku Batak.
Menariknya, di kerajaan-kerajaan suku Batak jarang ditemui kejahatan seksual. Kenapa demikian, perlu penilaian tersendiri, namun diduga karena sistem dan jalinan kekerabatan yang ketat dalam suku Batak tak banyak yang berani melakukan kejahatan seksual.
Sampai dengan tahun 1960-an secara nasional pun memang jarang terdengar kabar suku Batak melakukan kejahatan seksual atau kejahatan disertai tambahan kejahatan seksual.
Jhoni Sembiring, manakala melakukan perampokan di sebuah rumah di Jakarta, mengikat korbannya suami isteri. Lantas dia minum wine dan bermain piano lebih dahulu sebelum pergi, namun dia tak melakukan kejahatan seksual sama sekali, misal pelecehan seksual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: