Master Letnan
Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf, M.A dan Founder Dahlan Iskan tampak tertawa lepas saat berbincang di kantor Harian Disway.-Boy Slamet---
"Saya dinilai memenuhi syarat untuk langsung masuk program master. Tanpa gelar S1," ujarnya.
Belajar tiga tahun di Akabri ditambah pembelajaran selama penugasan di Kopassus dianggap layak ikut program master.
Dengan demikian ketika pangkatnya masih letnan satu, Farid sudah punya dua gelar MA: Madura Asli dari Tanah Merah dan Master of Art dari Inggris.
Kenapa pilih spesialisasi Tiongkok?
Farid punya dua alasan. Pertama, ia melihat Tiongkok akan jadi negara maju. Dan itu terbukti.
Kedua, ini dia, waktu kecil ia gila membaca komik Kho Ping Ho. Ia hafal cerita perang Sam Kok (Tiga Negara) itu. Ia terkesan dengan berbagai strategi perang di dalamnya. Taktik dan karakter para panglima perangnya.
Begitu gilanya pada komik, Farid sampai tidak pernah sekolah di hari Sabtu. Tiap Sabtu pasar Tanah Merah sangat ramai. Ada pasar sapi. Banyak pedagang dadakan. Termasuk pedagang komik. Ia baca komik di kios Sabtuan.
Farid-kecil menyatu dengan pasar itu. Ia jadi tukang antar barang ke langganan toko ibunya.
"Sejak kecil saya sudah jadi go-send," guraunya. Farid adalah anak pasar. Siapa nyana ia bisa jadi jenderal.
Dalam hal bahasa Inggris, Farid selalu ingat nasihat danjen Kopassus kala itu: kalian itu dari segi apa pun unggul daripada tentara negara Barat. Tapi begitu tentara barat bicara dengan kalian dalam bahasa Inggris langsung kalian kalah.
Farid selalu berhasil mengikuti latihan apa pun di Kopassus. Sampai pun untuk kualifikasi yang paling tinggi: Sandi Yudha. Sering pula ia yang nomor satu. Kemampuan fisiknya itulah yang membuat ia hampir frustrasi ketika dapat penugasan yang serba senyap di ''bawah tanah''.
Tapi dengan tambahan kemampuan bahasa Inggris, Farid unggul di banyak hal. Ia sering masuk delegasi penting ke luar negeri. Pun ketika Indonesia harus menjelaskan masalah pelanggaran HAM ke Kongres Amerika Serikat. Farid ada di dalamnya: menghadapi 7 anggota Kongres.
Akhirnya Farid dapat tugas memimpin pasukan besar: jadi komandan Brigif 13 Galuh. Markasnya di Tasikmalaya. Tentu pengalaman internasional Farid melebihi lingkup sebagai Dan Brigif.
Farid populer sekali di Tasik. Meski jabatannya Dan Brigif, Farid menjadi koordinator banyak pejabat tinggi di sana. Tiga kepala daerah, tiga pimpinan DPRD, instansi-instansi horizontal, semua meminta Farid menjadi koordinator mereka.
Ketika jadi Danrem 162/Wira Bhakti di Mataram, Farid menyelesaikan urusan rumit melebihi jabatannya: pembebasan tanah lokasi Mandalika. Kalau tanah seluas lebih 100 hektare itu tidak terbebaskan balap motor Motor GP yang mendunia itu tidak bisa terselenggara di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: