Master Letnan
Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf, M.A dan Founder Dahlan Iskan tampak tertawa lepas saat berbincang di kantor Harian Disway.-Boy Slamet---
Tentu, itu sebenarnya bukan urusan Danrem. Tapi sudah lebih 30 tahun soal tanah Mandalika tidak terselesaikan. Tanah itu awalnya sudah menjadi milik perusahaan Mbak Tutut. Putri Pak Harto itu pun sudah menjualnya ke perusahaan Kuwait.
Lalu terjadi krisis moneter 1998. Pak Harto lengser. Rakyat menguasai kembali tanah itu. Ruwet. Banyak sekali yang ikut bermain. Pun aparat dan instansi. Tidak ketinggalan para preman.
Ketika Presiden Jokowi menegaskan Motor GP tetap di Mandalika, Danrem melapor ke Kapolda NTB. Ia minta izin untuk ikut menyelesaikannya.
Kapolda dengan senang hati memberikan lampu hijau. Barulah Farid mendalami persoalannya. "Dandim saya yang luar biasa. Ia hebat sekali," kata Farid merendahkan hati.
Farid pun memperoleh keyakinan bisa menyelesaikannya. Tapi ia tidak punya legalitas. Ia bukan pejabat di bidang itu. Pemerintah pusat akhirnya memberikan legalitas itu kepadanya. Ia diberi waktu 6 bulan.
Farid harus berkomunikasi dengan banyak kelompok. Pemilik tanah terpecah dalam banyak grup. Salah satu yang paling keras dipimpin seorang pengacara.
Mereka membawa dokumen tanah yang mereka bilang amat kuat. Farid memeriksa dokumen itu. Ia mencurigai sesuatu.
Dokumen diserahkan ke polisi: untuk diperiksa di lab. Benar. Dokumen itu palsu. Kelompok paling keras pun seperti terong direbus.
Proses seterusnya Farid sering diundang rapat di Jakarta. Ia seorang kolonel. Rapatnya dengan para menteri: Menko Luhut Panjaitan, Menkeu Sri Mulyani, Menteri Agraria Sofyan Jalil, dan para pejabat tinggi di pusat. Pembicaraan sudah sampai tahap berapa rakyat harus diganti rugi.
Yang diinginkan rakyat, ternyata sebenarnya tidak setinggi yang disuarakan selama ini. Itulah yang sebenarnya membuat rumit: terlalu banyak gorengan. Banyak pejabat yang ikut pasang wajan.
Farid berhasil. Ganti rugi disepakati. Pusat menyediakan uangnya. Ganti rugi pun dibayarkan.
Rakyat Mandalika senang bukan main. Saking senangnya mereka datang ke markas Korem. Membawa bungkusan. Isinya uang. Rp 200 juta.
Farid menolak. Ia mengatakan sudah mendapat biaya operasional dari pemerintah pusat. Tapi perwakilan pemilik tanah itu mengancam: kalau pemberian itu tidak diterima maka persaudaraan diputus. Farid pun membagi uang itu ke anak buahnya yang bekerja di lapangan.
Maka Farid bisa mengakhiri jabatan Danrem NTB dengan lega. Ia dipindah ke Mabes TNI. Tidak lama. Farid kemudian disuruh balik ke Lombok lagi. Ada gempa besar di sana. Ia harus jadi ketua penanganan korban gempa. Sampai selesai.
Setelah melewati beberapa jabatan lagi Farid kembali jadi Danrem. Kali ini di Sulteng. Pangkatnya naik jadi brigadir jenderal. Bintang satu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: