May Day Tahun 2025 dan Nasib Buruh Indonesia di Tengah Badai Ekonomi

May Day Tahun 2025 dan Nasib Buruh Indonesia di Tengah Badai Ekonomi

PHK massal hantam sektor padat karya, May Day jadi ajang perlawanan buruh terhadap ketidakadilan-Ilustrasi freepik.com-

Sektor Padat Karya Paling Rentan

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi justru mengamati sektor padat karya seperti tekstil, garmen dan alas kaki yang menjadi korban utama. Ketergantungan terhadap ekspor serta serbuan produk impor memperparah kondisi, membuat banyak industri lokal kesulitan bersaing.

Ia menegaskan pentingnya jaminan perlindungan kerja dan peningkatan akurasi data PHK. "Kami sudah memperingatkan sejak satu dekade lalu. Sayangnya, sistem perlindungan buruh belum diperkuat," ujar Ristadi.

Simulasi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) memprediksi potensi hilangnya hingga 1,2 juta pekerjaan sepanjang 2025 jika eskalasi perang dagang terus berlanjut dengan kerugian output ekonomi mencapai Rp 164 triliun.

BACA JUGA:DBD atau Biang Keringat pada Anak? Kenali Perbedaan dan Waspadai Tandanya

May Day 2025: Seruan untuk Perubahan

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa peringatan May Day tahun ini mengangkat enam isu utama: penghapusan outsourcing, pembentukan Satgas PHK, kenaikan upah layak, revisi UU Ketenagakerjaan dan pengesahan RUU Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) serta pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pengesahan RUU Perampasan Aset.

Kenaikan upah minimum sebesar 6,5% disebut sebagai titik awal, tetapi Said menekankan bahwa tantangan buruh tidak hanya soal upah, melainkan juga rendahnya tingkat pendidikan, minimnya jaminan sosial, dan sistem kerja kontrak yang berkepanjangan.

Sekitar 200.000 buruh dari berbagai daerah dijadwalkan turun ke Lapangan Monas, Jakarta dan akan dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto serta tokoh internasional yaitu Presiden Konfederasi Buruh Dunia, Akiko Gono.

BACA JUGA:Tujuh Proyek Smelter Bauksit Masih Mangkrak, ESDM Soroti Masalah Pendanaan

Masalah Lama yang Belum Tuntas

Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban bahkan mengkritik pemerintah yang belum menyelesaikan isu-isu klasik seperti outsourcing dan kontrak kerja para buruh. Menurutnya, persoalan ini terus berulang setiap tahun, menandakan kurangnya keberpihakan negara terhadap nasib buruh.

Elly juga menyoroti ketimpangan yang dialami pekerja perempuan, termasuk diskriminasi dalam pengupahan dan tingginya PHK di sektor-sektor yang mayoritas menyerap tenaga kerja wanita. 

Ia mendorong pemerintah membuka akses permodalan dan melibatkan pekerja perempuan dalam perumusan kebijakan tenaga kerja.

BACA JUGA:Polisi Tangkap Pelaku Asusila Anak Setelah Kasusnya Viral di TikTok

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: