Rp15 Triliun, Pabrik Kimia Raksasa Itu Disandera Jatah
Presiden RI Prabowo Subianto. Foto Setpres RI--
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Di atas kertas, proyek ini tampak menjanjikan—pabrik kimia canggih dengan nilai investasi mencapai Rp15 triliun, berdiri megah di Banten, membawa harapan industrialisasi dan penyerapan tenaga kerja.
Di balik deretan angka dan teknologi, tersimpan cerita lain: sandera proyek nasional oleh ambisi lokal.
Adalah PT Chandra Asri Alkali, anak usaha Chandra Asri Group, yang dipercaya menggerakkan mesin besar ini.
Pabrik tersebut dirancang menghasilkan ratusan ribu ton bahan kimia vital seperti kaustik soda dan ethylene dichloride (EDC), bahan baku berbagai sektor—dari baterai kendaraan listrik, hingga pipa-pipa PVC yang menopang bangunan modern.
BACA JUGA:Lompat Batu Nias: Simbol Kearifan Lokal dan Ketangguhan Pemuda
Namun, geliat pembangunan itu tiba-tiba macet di tengah jalan—bukan karena kendala teknis, melainkan drama klaim jatah.
Sebuah video pertemuan tersebar luas, menunjukkan perwakilan kontraktor proyek didatangi sejumlah pihak yang mengaku dari Kadin Cilegon dan sejumlah ormas lokal.
Bukan negosiasi yang terjadi, melainkan tuntutan pembagian proyek miliaran rupiah tanpa proses lelang. Angka Rp5 triliun pun disebut sebagai 'porsi wajib'.
Momen itu memantik sorotan publik. Bagaimana mungkin sebuah proyek yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN)—yang ditetapkan langsung lewat Perpres oleh Presiden Prabowo—malah dijadikan ajang tarik-menarik kepentingan?
BACA JUGA:Ekonomi RI Masih Lesu di Awal 2025, Ini Deretan Masalah yang Dihadapi Pengusaha
Masalah ini tidak berhenti pada satu kota. Nama besar Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ikut terseret.
Organisasi yang selama ini berdiri sebagai mitra pemerintah dalam mendorong iklim usaha, kini harus menghadapi noda internalnya sendiri.
Pimpinan pusat Kadin pun bergerak cepat, merumuskan langkah disipliner, membentuk tim verifikasi, hingga mengusulkan SOP baru demi memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan nama demi keuntungan sepihak.
Ironisnya, proyek yang seharusnya memperkuat rantai pasok industri nasional justru hampir runtuh oleh ulah segelintir oknum yang memaksakan “jatah kedaerahan” dalam proyek yang semestinya inklusif dan profesional.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





