Bentuk dan susunannya mirip dengan sumur-sumur kuno yang ditemukan di kawasan Trowulan, bekas ibu kota kerajaan.
Sumur seperti ini umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat pada masa kerajaan Hindu-Buddha.
Namun, meskipun keberadaan sumur telah diidentifikasi, asal-usul fosil yang ditemukan bersamanya masih menjadi misteri.
Fosil-fosil tersebut kemudian diserahkan ke Universitas Airlangga (Unair) untuk diteliti lebih lanjut.
BACA JUGA:Ukiran Jepara: Warisan Abadi Sungging Prabangkara dari Zaman Majapahit
Sampai sekarang, penelitian tersebut masih berlangsung, bahkan ada rencana untuk membawa sebagian temuan itu ke Bandung agar diteliti oleh para ahli yang memiliki peralatan lebih lengkap.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penemuan Sumur Jobong dari sisi arkeologi dan sejarah.
Kesadaran untuk melestarikan situs ini juga datang dari Pemerintah Kota Surabaya. Pada masa kepemimpinan Tri Rismaharini, Pemkot membuat penutup besi dan dinding pelindung di sekitar sumur agar keberadaannya tetap aman.
Menurut warga, ide pembuatan pelindung itu terinspirasi dari sistem konservasi situs kuno di Tiongkok yang melindungi peninggalan bersejarah tanpa mengganggu kegiatan masyarakat sekitar.
BACA JUGA:Warisan Kebudayaan Majapahit yang Masih Hidup di Indonesia Modern
Langkah ini disambut baik oleh warga yang merasa bangga karena tempat tinggal mereka kini memiliki nilai sejarah tinggi.
Sejak kabar penemuan Sumur Jobong menyebar, kampung kecil di Peneleh itu berubah menjadi tujuan wisata sejarah.
Banyak pengunjung datang, mulai dari pelajar, mahasiswa, peneliti, hingga wisatawan dari luar negeri yang tertarik dengan sejarah Majapahit.
Komunitas pecinta sejarah dan arkeologi pun sering datang untuk meneliti atau sekadar mengabadikan keberadaan sumur tersebut.
BACA JUGA:Pakaian Hitam Adat Suku Kajang: Cerminan Kesederhanaan dan Kesetaraan Hidup
Warga setempat menyambut baik kedatangan para pengunjung karena membawa suasana baru sekaligus memperkenalkan kampung mereka ke masyarakat luas.