Air tersebut memicu perubahan pada lapisan ozon melalui reaksi kimia, mengubah laju pemanasan dan mengandung unsur-unsur seperti brom dan yodium yang dapat merusak ozon.
Meskipun ada dugaan kuat bahwa letusan gunung berapi di Hunga Tonga menjadi penyebab lubang ozon besar ini, para ilmuwan menekankan bahwa belum ada bukti konkret yang mengindikasikan peran manusia dalam peristiwa ini.
Ini berbeda dengan masa lalu, di mana aktivitas manusia, terutama penggunaan bahan kimia seperti klorofluorokarbon (CFC), secara signifikan berkontribusi terhadap penipisan lapisan ozon.
Jim Haywood, seorang profesor ilmu atmosfer di Universitas Exeter di Inggris, menjelaskan bahwa klorofluorokarbon, yang digunakan sebagai propelan dalam kaleng aerosol, merupakan salah satu penyebab utama penipisan ozon pada tahun 1970-an.
BACA JUGA:Perbedaan Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari Total
Klorin yang dilepaskan oleh bahan kimia ini mengikis lapisan ozon. Namun, tindakan cepat diambil oleh komunitas global, dan pada tahun 1987, Protokol Montreal dibentuk untuk mengendalikan dan menghentikan produksi bahan kimia berbahaya tersebut.
Kabar baiknya adalah bahwa tindakan tersebut telah berhasil. Lubang ozon mengalami pengecilan dalam beberapa dekade setelah tindakan pencegahan diambil.
Ini merupakan bukti bahwa langkah-langkah global dapat mengurangi dampak buruk pada lapisan ozon dan mungkin dapat diadopsi sebagai contoh keberhasilan dalam menangani perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya.
Namun, seberapa besar pengaruh lubang ozon terhadap iklim Bumi? Para ilmuwan umumnya sepakat bahwa penipisan ozon bukanlah penyebab utama dari perubahan iklim global.
BACA JUGA:Pendaratan NASA di Bulan Sebuah Kebohongan? Ini Faktanya
Namun, Profesor Haywood menyatakan bahwa ada indikasi bahwa perubahan iklim global dapat mempengaruhi lubang ozon.
Meskipun upaya mitigasi terhadap lubang ozon telah berhasil sejak tahun 1980-an, tahun 2020 dan 2021 menunjukkan peningkatan signifikan dalam ukuran lubang ozon, yang disebabkan oleh kebakaran hutan di Australia.
Perubahan iklim global telah meningkatkan frekuensi dan intensitas kebakaran hutan di seluruh dunia.
Asap dan partikel yang dihasilkan oleh kebakaran hutan tersebut dapat mencapai stratosfer dan berpotensi mempengaruhi lapisan ozon.
BACA JUGA:Gurun Sahara yang Semula Kering Berubah Menghijau, Kok Bisa?
"Tahun ini adalah tahun yang sangat buruk bagi kebakaran hutan di belahan bumi utara. Jika ini terus terjadi, akan ada lebih banyak asap yang masuk ke stratosfer, dan kita mungkin akan melihat lebih banyak lagi penipisan ozon," kata Haywood.