Gurun Sahara yang Semula Kering Berubah Menghijau, Kok Bisa?

Gurun Sahara yang Semula Kering Berubah Menghijau, Kok Bisa?

Ilustrasi--

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Gurun Sahara, salah satu ikon gurun terbesar di dunia, telah lama menjadi simbol kemarau, pasir, dan padang tandus yang tak berpenghuni. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perubahan luar biasa telah terjadi di Gurun Sahara

Sebuah studi perintis yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Communications telah mengungkapkan penyebab di balik transformasi mengejutkan Gurun Sahara menjadi hijau. 

Penelitian ini menyoroti bahwa perubahan drastis ini sebenarnya adalah hasil dari periode lembab di Afrika Utara yang telah terjadi selama 800.000 tahun terakhir. 

BACA JUGA:Fenomena Langka! Gerhana Matahari Cincin Bakal Terjadi

Ini adalah periode dimana gurun kering dan tandus yang kita kenal sekarang perlahan-lahan berubah menjadi ekosistem sabana dan hutan yang lebih hijau.

Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan iklim, termasuk Dr. Edward Armstrong dari Universitas Helsinki dan Universitas Bristol, memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang mengapa dan kapan peristiwa ini terjadi. 

Mereka menggunakan simulasi interval historis untuk menggambarkan periode "penghijauan" Sahara dengan besaran yang sebanding dengan pengamatan paleoclimate. 

Hasilnya adalah bukti yang kuat tentang bagaimana waktu dan intensitas peristiwa lembab ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.

BACA JUGA:Kapan Kemarau Berakhir? Begini Siklus Perubahan Musim di Indonesia

Salah satu faktor kunci yang mempengaruhi penghijauan Sahara adalah perubahan orbit bumi yang mengelilingi matahari. Khususnya, presesi orbit bumi menjadi penentu utama dalam siklus ini. 

Presesi adalah fenomena di mana bumi bergetar pada porosnya, yang mempengaruhi musim-musim dan kontras musiman selama siklus sekitar 21.000 tahun. 

Perubahan ini mempengaruhi jumlah energi yang diterima oleh bumi pada waktu yang berbeda dan, oleh karena itu, mempengaruhi kekuatan Monsun Afrika dan penyebaran vegetasi di wilayah ini.

Namun, pemahaman mengenai periode lembab ini tidak selalu mudah karena banyak model iklim tidak mampu mensimulasikan amplitudo periode lembab dengan baik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: