Wayang Timplong: Cerminan Kesederhanaan dan Kejayaan Budaya Nganjuk

Wayang Timplong: Cerminan Kesederhanaan dan Kejayaan Budaya Nganjuk

Wayang Timplong adalah bukti nyata betapa kesederhanaan bisa menghasilkan kekayaan budaya yang memikat. Foto: Instagram@dkjatim--

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Indonesia memiliki beragam bentuk seni tradisi, salah satunya yang sangat khas namun kurang dikenal adalah Wayang Timplong — sebuah kesenian boneka kayu dari Nganjuk, Jawa Timur. 

Meski minim sorotan, Wayang Timplong menyimpan kekayaan sejarah, filosofi, dan estetika yang menarik. Namun sayangnya, keberadaannya kini menghadapi tantangan serius ancaman kepunahan.

Kisah bermula sekitar tahun 1910 di Desa Jetis, Kecamatan Pace, Nganjuk, saat seorang pria dari Grobogan, dikenal sebagai Mbah Bancol, menciptakan pertunjukan ini. 

Terinspirasi dari wayang klithik (juga disebut krucil), ia memahat sosok wayang dari sebatang pohon waru yang kebetulan membelah menyerujuk bentuk figur. 

BACA JUGA:Karapan Sapi: Kebanggaan dan Identitas Budaya Madura

Dari sanalah muncul ide untuk menyusun set wayang kayu lengkap, sambil menciptakan iringan musik sederhana menggunakan beberapa alat gamelan dasar.

Berbeda dengan gamelan kompleks dalam wayang kulit, Wayang Timplong hanya menggunakan alat gamelan minimalis: sebuah gambang (bambu), satu kendang, beberapa kenong, serta kempul—gong kecil. 

Dengarlah suara "thing-thong" dari gambang berpadu "plong" dari kenong, maka terciptalah julukan "timplong". 

Ada pula sebutan lain seperti wayang kricik, merujuk pada bunyi "kricik‑kricik", atau wayang gung, menekankan suara gong kecilnya.

BACA JUGA:Tari Ambarang: Ekspresi Budaya dan Kreativitas Masyarakat Jawa Timur

Figur wayangnya pun sederhana, terbuat dari kayu pinus, mentaos, atau sengon laut. 

Bentuknya relatif pipih, tidak diukir rumit seperti wayang kulit, namun tangan dibuat lentur menggunakan kulit binatang. Kadang dialekkan warna hitam-putih untuk menunjukkan karakter wajah.

Layar pertunjukan (kelir) menggunakan kain putih dengan bingkai hitam, dilengkapi lubang kecil tempat dalang memasukkan wayang. 

Gunungan awal dan akhir berbentuk burung merak atau golek memperkuat kesan visual saat pembukaan dan penutupan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: