Hanya Tuntut 8 Bulan Penjara, 'Integritas' JPU di Kasus KDRT Oknum ASN Lambar Dipertanyakan

Hanya Tuntut 8 Bulan Penjara, 'Integritas' JPU di Kasus KDRT Oknum ASN Lambar Dipertanyakan

--

LAMBAR, MEDIALAMPUNG.CO.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan Oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Lampung Barat Arta Dinata (38) terhadap istrinya NMS (33) dinilai telah mencederai rasa keadilan bagi korban.

Hal tersebut diungkapkan tim kuasa hukum korban, yakni NMS (33) dalam konferensi pers yang digelar di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lambar di Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balikbukit, Kamis (22/9/2022).

Dalam keterangan yang disampaikan kuasa hukum korban, Hilda Rina, S.H., M.H, pihaknya merasa sangat keberatan atas tuntutan delapan bulan penjara yang disampaikan oleh JPU dalam sidang agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Liwa pada Rabu (21/9/2022).

“Tuntutan ini telah mencederai rasa keadilan bagi korban dan kami akan menempuh upaya lain demi tegaknya keadilan atas perkara ini,” ungkap Hilda Rina mengawali konferensi pers tersebut. 

BACA JUGA:ASN Terdakwa Kasus KDRT Dituntut 8 Bulan Penjara, Tim Kuasa Hukum Korban akan Bersurat ke Kejagung

Diungkapkan Hilda, ada 10 hal yang mendasari keberatan tuntutan tersebut Pertama yakni korban menderita memar-memar hampir di seluruh badan mulai dari kepala sampai kaki dengan bukti Foto-Foto dan hasil Visum Et Repertum yang terlampir dalam perkara. 

Kedua, Berdasarkan hasil asesmen dari Psikiater yang disediakan UPT PPA Provinsi Lampung bahwa korban mengalami trauma psikis yang cukup berat.

“Ketiga, perbuatan terdakwa adalah perbuatan sangat tidak manusiawi untuk dilakukan terhadap seorang istri. Keempat Perbuatan terdakwa berkelanjutan mulai dari tahun 2019 sampai pada tahun 2022,” jelasnya.

Kelima, antara keluarga terdakwa maupun terdakwa terhadap keluarga korban dan korban tidak ada perjanjian perdamaian.

BACA JUGA:Diakhir Masa Jabatan, Bupati Lambar Kembali Meraih Penghargaan WTP 10 Kali Berturut Turut

Keenam, terdakwa selama persidangan menunjukkan sikap tidak kooperatif dan berbelit-belit sehingga menghambat proses penyelesaian perkara. 

“Ketujuh, perkara pembanding kami dengan kasus yang sama adalah Putusan Nomor: 96/Pid.B/2022/PN.Liwa dengan Terdakwa Roni Setiawan yang dituntut Jaksa Penuntut umum 2 tahun dan 6 bulan, sehingga sangat jauh sekali perbedaannya sehingga menimbulkan pertanyaan kami atas tuntutan 8 bulan tersebut,” tegasnya.

Selanjutnya, terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut, pihaknya selaku Kuasa Hukum Korban mempertanyakan Integritas Pihak Jaksa Penuntut Umum dalam hal mendukung program Pemkab Lambar dalam hal perlindungan perempuan dan anak.

“Kemudian, sesuai dengan azas Hukum Lex Specialis Derogat Lex Generalis, bahwa Undang-Undang Khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum, maka kami menilai bahwa tuntutan jaksa tersebut tidak sesuai dengan kaidah dan norma hukum yang diatur dalam Undang-undang No.23/2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: