Kejagung Bongkar Proyek Chromebook, Nadiem Makarim Dicekal

Kejagung Bongkar Proyek Chromebook, Nadiem Makarim Dicekal

Nadiem Makarim dicekal terkait skandal chromebook Kemendikbudristek-Ilustrasi: Canva@Budi Setiawan-

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Dugaan skandal korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) senilai Rp 9,9 triliun telah menggemparkan publik, menyeret nama-nama besar dan mengungkap tabir praktik rasuah yang terstruktur. 

Proyek ambisius yang seharusnya menjadi tulang punggung digitalisasi pendidikan di tengah pandemi COVID-19, justru kini terancam menjadi monumen kerugian negara yang fantastis. 

Bagaimana mungkin sebuah inisiatif mulia berubah menjadi ladang korupsi? Pertanyaan ini menghantui banyak pihak, mengingat skala anggaran yang digelontorkan dan berbagai kejanggalan yang menyertainya sejak awal.

Kecurigaan terhadap proyek pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), khususnya laptop Chromebook tahun anggaran 2020-2022, bukanlah isapan jempol belaka. 

BACA JUGA:Polisi Usut Grup Facebook 'Gay Lampung', Amankan Satu Admin dan Dua Anggota Grup

Sejak awal, dua lembaga anti-korupsi terkemuka, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel), telah menyuarakan kekhawatiran mereka. 

Aroma "cashback" atau uang pelicin dari pihak-pihak yang diuntungkan tercium kuat, memicu pertanyaan mendasar: mengapa pengadaan laptop Chromebook ini dipaksakan, padahal efisiensinya di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dengan infrastruktur internet yang minim sangat diragukan? 

Apakah penentuan spesifikasi yang seolah-olah mengunci merek tertentu merupakan bagian dari permainan jahat ini?

Almas Sjafrina, seorang peneliti ICW, secara tegas mengungkapkan bahwa penggunaan anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dalam proyek ini diduga menyalahi Peraturan Presiden No. 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik. 

BACA JUGA:Seorang Pria Ditemukan Tewas Mengambang, Diduga Kram Otot Saat Terapi di Pantai Kunyit

"Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian," tegasnya, menyoroti celah dalam tata kelola anggaran yang membuka peluang korupsi. 

Selain itu, transparansi distribusi anggaran juga menjadi sorotan tajam. Pencairan DAK seharusnya disertai daftar sekolah penerima bantuan yang jelas. Namun, detail mengenai distribusi laptop secara spesifik tak pernah terang benderang. 

Puncak kejanggalan terjadi pada aspek pengadaan, di mana rencana proyek triliunan ini tidak terdaftar dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). 

Ketidaktransparanan ini, menurut Almas, secara gamblang membuka pintu lebar bagi praktik korupsi, karena informasi kunci disembunyikan dari pengawasan publik.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: