Umi Pipik Tempuh Jalur Hukum: Laporkan Dua Akun Medsos yang Menghina Dirinya
Umi Pipik Tempuh Jalur Hukum Laporkan Akun Medsos yang Menghinanya. - Foto Instagram@_ummi_pipik_--
BACA JUGA:Fakta Dibalik Klaim Syahrini Terima Penghargaan UNESCO: Bukan dari Lembaga Resmi PBB
“Saya merasa sebagai anak, sudah seharusnya berdiri di depan untuk membela kehormatan ibu saya. Dunia maya bukan tempat untuk menghina atau melecehkan orang lain tanpa dasar. Kalau kita diam, ini akan terus terjadi,” kata Abidzar.
Abidzar mengungkapkan bahwa serangan yang diterima ibunya bukan hanya menyakitkan secara emosional, tetapi juga telah menimbulkan tekanan psikologis terhadap keluarganya.
Ia menekankan bahwa langkah hukum ini bukan soal ego, tapi soal keadilan dan perlindungan terhadap perempuan, terutama mereka yang menjadi korban perundungan digital.
Umi Pipik selama ini dikenal sebagai figur religius yang aktif menyuarakan nilai-nilai keislaman, terutama terkait perempuan, hijrah, dan kehidupan keluarga.
BACA JUGA:Rayen Pono Bawa Sammy Simorangkir sebagai Saksi dalam Kasus Ahmad Dhani
Meskipun kerap menjadi sorotan, Umi Pipik jarang menanggapi serangan secara frontal.
Namun dalam kasus ini, ia merasa perlu memberi contoh bahwa serangan digital tidak bisa dianggap ringan.
“Saya hanya ingin semua orang belajar untuk lebih bijak di media sosial. Kritik itu wajar, tapi penghinaan yang kejam dan tidak berdasar harus diberi batas. Jika tidak ada yang melawan, maka kita membiarkan hal buruk ini terus tumbuh,” ujar Umi Pipik dengan tenang.
Ia menambahkan bahwa langkahnya ini juga untuk mendorong perempuan lain agar berani berbicara ketika mendapat perlakuan tidak adil, termasuk dalam ruang digital yang semakin bebas namun sering kali lepas kendali.
BACA JUGA:Dihujat Usai Dekat dengan Cinta Brian, Gisel Ungkap Perasaan Tertekan dan Serba Salah
Kasus Umi Pipik menjadi pengingat keras bagi pengguna media sosial bahwa segala bentuk ekspresi tetap terikat oleh norma dan hukum.
Ruang digital bukanlah wilayah tanpa hukum. UU ITE, meski sering diperdebatkan, tetap menjadi payung hukum yang sah untuk melindungi korban pencemaran nama baik dan fitnah.
Kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya literasi digital. Tidak semua hal bisa dijadikan bahan candaan atau opini publik di media sosial.
Ketika komentar atau unggahan menyentuh ranah pribadi seseorang apalagi yang bisa melukai martabat atau nama baik—ada konsekuensi hukum yang harus dihadapi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





