Tari Bedhaya Ketawang Surakarta: Sejarah, Makna Filosofis, dan Kesakralannya

Senin 22-12-2025,17:31 WIB
Reporter : Romdani
Editor : Budi Setiawan

Makna Filosofis dan Kesakralan Tarian

Tari Bedhaya Ketawang bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan ritual yang sarat simbolisme. 

Tarian ini menggambarkan ikatan cinta dan hubungan spiritual antara raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul. 

Makna tersebut diekspresikan melalui gerakan yang lembut, lambat, dan penuh pengendalian diri.

 

Secara etimologis, bedhaya berarti penari perempuan istana, sedangkan ketawang bermakna langit atau sesuatu yang luhur. 

Dengan demikian, tarian ini melambangkan kesucian, kemuliaan, serta hubungan manusia dengan kekuatan ilahi. Dalam kepercayaan Jawa, ketawang juga dimaknai sebagai alam para dewa.

Tarian ini dibawakan oleh sembilan penari perempuan yang masing-masing memiliki peran simbolis. Kesembilan penari tersebut merepresentasikan konsep Nawasanga, yakni sembilan arah mata angin beserta kekuatan kosmisnya. 

Dalam kepercayaan keraton, Kanjeng Ratu Kidul dipercaya hadir secara gaib sebagai penari kesepuluh saat tarian dipentaskan.

 

Syarat Penari dan Iringan Musik

Kesakralan Tari Bedhaya Ketawang menuntut syarat khusus bagi para penarinya. Mereka harus berada dalam kondisi suci lahir dan batin, tidak sedang haid, serta menjalani puasa dan laku spiritual sebelum pementasan. Kesucian ini diyakini menjadi kunci agar tarian berlangsung khidmat dan selaras dengan nilai spiritual yang dikandungnya.

Iringan musik menggunakan Gending Ketawang Gedhe dengan laras pelog. Instrumen gamelan yang digunakan meliputi gong, kendhang, kenong, kethuk, dan kemanak. Pada bagian tertentu, laras musik berpindah ke slendro sebelum kembali ke pelog hingga tarian berakhir. 

Selain gamelan, tembang Jawa turut mengiringi tarian sebagai ungkapan rasa Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja.

 

Pola Lantai dan Koreografi

Kategori :