Suku Kajang di Bulukumba: Hidup Sederhana dan Menyatu dengan Alam

Rabu 29-10-2025,16:16 WIB
Reporter : Romdani
Editor : Budi Setiawan

Baik laki-laki maupun perempuan memakai kain hitam polos tanpa hiasan. 

Warna ini tidak hanya mencerminkan kesederhanaan, tetapi juga menjadi simbol kekuatan, kejujuran, dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupan.

BACA JUGA:Mengenal Baju Bodo: Pakaian Adat Suku Bugis-Makassar

Laki-laki biasanya memakai baju berlengan pendek dan sarung hitam, sedangkan perempuan mengenakan kebaya hitam sederhana. 

Mereka tidak menggunakan perhiasan mencolok atau aksesori tambahan karena dianggap bertentangan dengan prinsip kesederhanaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kajang juga tidak mengenal sepatu atau sandal. Berjalan tanpa alas kaki adalah bentuk penghormatan terhadap bumi yang menjadi sumber kehidupan mereka. 

Dengan cara itu, mereka merasa lebih dekat dengan alam dan lebih menghargai setiap langkah yang diambil di atas tanah.

BACA JUGA:Menggali Nilai dan Keindahan Tari Pajoge Bugis-Makassar

Filosofi Hidup dan Kepercayaan

Filosofi hidup masyarakat Kajang sangat erat kaitannya dengan ajaran leluhur yang disebut Pasang Ri Kajang. 

Pasang berarti pesan atau amanat yang diwariskan secara turun-temurun oleh para nenek moyang. 

Pesan-pesan ini menjadi pedoman dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari cara berpakaian, berbicara, hingga memperlakukan alam sekitar.

BACA JUGA:Tradisi Mappalette Bola: Pindah Rumah Unik ala Suku Bugis

Salah satu ajaran utama dalam Pasang Ri Kajang adalah prinsip “Kamase-masea”, yang berarti hidup dengan sederhana dan tidak serakah. 

Masyarakat Kajang percaya bahwa keserakahan manusia akan membawa kerusakan bagi alam dan kehidupan. Karena itu, mereka hanya mengambil dari alam secukupnya untuk kebutuhan hidup, bukan untuk memperkaya diri.

Mereka juga memiliki kepercayaan mendalam terhadap hubungan spiritual antara manusia dan alam. Segala sesuatu di dunia ini diyakini memiliki roh dan harus dihormati. 

Kategori :