
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Papua dikenal luas karena keindahan alam dan kekayaan budayanya yang autentik. Salah satu permata tersembunyi dari wilayah ini adalah Pikon, alat musik tradisional berbahan bambu yang berasal dari Lembah Baliem, tempat tinggal masyarakat Suku Dani.
Walau sederhana dalam rupa, Pikon menyimpan makna mendalam yang mencerminkan harmoni antara manusia dan alam.
Pikon bukan sekadar alat untuk menghasilkan bunyi. Ia adalah perwujudan ekspresi batin dan cara masyarakat tradisional menciptakan ketenangan.
Bunyi yang dikeluarkannya menyerupai siulan burung atau desir alam, seakan-akan suara hutan yang hidup dalam genggaman tangan.
BACA JUGA:Resep Sosis Solo Kukus Sehat, Tanpa Minyak dan Kolesterol Rendah
Ciri Khas dan Bentuk Sederhana
Pikon dibuat dari sebilah bambu berukuran kecil, seukuran telapak tangan orang dewasa. Pada batang bambu tersebut, direntangkan seutas tali alami atau serat tumbuhan, yang disambungkan ke batang lidi kecil. Lidi ini berfungsi sebagai pemicu getaran yang akan menghasilkan suara.
Saat dimainkan, lidi ditarik lalu dilepaskan sembari pemain meniup lubang bambu secara perlahan. Getaran dari tali akan menciptakan resonansi dan menghasilkan suara khas. Bunyinya memang tidak terdengar seperti alat musik konvensional. Tidak ada melodi rumit atau harmoni yang biasa terdengar dari instrumen orkestra. Namun, justru suara liar dan tidak beraturan dari Pikon itulah yang membuatnya unik.
Pada awalnya, Pikon tidak dirancang untuk memainkan lagu. Fungsinya lebih sebagai alat hiburan sederhana di waktu senggang, khususnya setelah bekerja atau saat berkumpul santai dalam rumah adat (honai). Kini, beberapa pemain berpengalaman sudah dapat mengatur nada tertentu seperti do, mi, atau sol, meski kemampuannya terbatas.
BACA JUGA:Festival Sekala Bekhak XI 2025 Siap Digelar di Liwa, Ini Jadwal dan Acaranya
Alat Musik Khusus Kaum Pria
Dalam tradisi Suku Dani, Pikon umumnya dimainkan oleh pria dewasa. Mereka akan memainkan alat ini saat sedang bersantai atau berkumpul dengan kerabat. Aktivitas ini dilakukan dalam suasana yang tenang, biasanya di malam hari atau sore menjelang senja.
Pikon menjadi semacam pengiring suasana kontemplatif. Ketika seseorang memainkan Pikon, ia seakan sedang berdialog dengan alam.
Suara-suara yang muncul dianggap bisa mewakili perasaan hati, dari gembira hingga sedih, dari rasa syukur hingga rindu.
BACA JUGA:Resep Pisang Goreng Kipas Renyah Tahan Lama dengan Tips Lengkap