Dampak Fenomena Badai Matahari: Dari Pemadaman Listrik Hingga Aurora Borealis

Selasa 24-09-2024,11:55 WIB
Reporter : Budi Setiawan

Bahkan, diprediksi pada bulan November nanti, cahaya utara ini akan terlihat lebih jauh ke selatan, seperti di Belanda.

Hal ini jarang terjadi dan menambah kegembiraan bagi para pengamat langit di berbagai belahan dunia.

 

Siklus 11 Tahun Matahari

Matahari, sebagai pusat tata surya kita, melalui siklus aktivitas setiap 11 tahun. 

Siklus ini mencakup periode matahari yang tenang hingga sangat aktif, dengan letusan radiasi intens dalam bentuk CME atau solar flare yang sering terjadi saat puncak siklus. 

CME adalah lontaran besar plasma dan medan magnet yang dapat mencapai bumi dalam waktu 1-3 hari, menyebabkan badai geomagnetik ketika bertabrakan dengan magnetosfer bumi.

Ketika badai ini mencapai bumi, salah satu dampak yang paling mencolok adalah munculnya aurora borealis. 

Namun, badai geomagnetik juga dapat mengganggu sistem navigasi satelit, komunikasi radio, dan bahkan menyebabkan pemadaman listrik. 

Peringatan dari Pusat Prediksi Cuaca Antariksa NOAA menunjukkan bahwa badai matahari ini berpotensi menimbulkan masalah bagi satelit yang mengorbit bumi serta jaringan listrik di beberapa wilayah.

 

Badai Matahari Terbesar Sepanjang Sejarah

Badai geomagnetik yang paling kuat tercatat terjadi pada bulan September 1859, yang dikenal sebagai Carrington Event. 

Pada saat itu, matahari mengeluarkan semburan dengan intensitas tertinggi, mencapai tingkat G5. 

Cahaya utara yang dihasilkan terlihat hingga sejauh Meksiko dan Hawaii, yang biasanya mustahil. 

Kejadian ini begitu terang sehingga penambang di Colorado mengira itu adalah matahari terbit, sementara penduduk di New England melaporkan bisa membaca buku pada malam hari hanya dengan cahaya aurora.

Ini adalah pengingat bahwa badai geomagnetik yang kuat dapat terjadi kapan saja, dan efeknya dapat dirasakan secara global.

 

Dampak Badai Matahari di Indonesia

Kategori :