MEDIALAMPUNG.CO.ID - Pengurus Pusat (DPP) Akar Lampung kembali melaporkan Arinal Djunaidi dan PT Sugar Group Company (SGC) di Jakarta, dengan laporan tersebut diajukan ke Kejaksaan Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI.
Dalam rangkaian kegiatan di Jakarta, Akar Lampung juga menggelar demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Agung RI untuk mendesak aparat penegak hukum turun ke Lampung.
Ketua DPP Akar Lampung, Indra Musta'in, menyatakan bahwa laporan ini menunjukkan keseriusan mereka dalam mengusut permasalahan di Lampung, khususnya terkait mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan Pergub Tebu yang berdampak negatif pada masyarakat dan negara.
"Kami di Jakarta untuk melaporkan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Lampung yang melibatkan mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan PT Sugar Group Company (SGC) terkait Pergub No 33 Tahun 2020 yang mengizinkan panen tebu dengan cara dibakar," kata Indra kepada media.
BACA JUGA:Megawati: Penjaga Konstitusi dan Pejuang Demokrasi
Indra juga menambahkan bahwa PT SGC diduga melakukan pengemplangan pajak hingga triliunan rupiah sejak 2021 hingga 2023, yang merugikan negara.
"Diduga PT SGC telah melakukan pengemplangan pajak senilai sekitar 20 triliun rupiah sejak 2021, mencakup pajak HGU, BPHTB, pajak pengolahan lahan, pajak air bawah tanah, serta pajak produksi gula pasir dan molases," ungkapnya.
Dalam kunjungannya ke tiga lokasi tersebut, Indra dan rekan-rekan DPP Akar Lampung telah dijadwalkan untuk bertemu dan membuat laporan kepada aparat penegak hukum.
"Dijadwalkan untuk bertemu di Kejaksaan Agung RI pukul 10.00 WIB, Kementerian ATR/BPN RI pukul 11.30 WIB, dan KPK RI pukul 14.00 WIB," jelasnya.
Indra menekankan bahwa laporan ini mencakup beberapa poin penting yang harus ditindaklanjuti oleh Kejagung, ATR/BPN RI, dan KPK di Lampung.
BACA JUGA:Coklit Data Pemilih di Lampung Capai 98.7 %, Dua Kabupaten Sudah 100 Persen
"Kami mendesak Kementerian ATR/BPN RI untuk meninjau ulang luas HGU PT SGC karena adanya dugaan pencaplokan dan pengolahan lahan yang melebihi ketentuan kontrak HGU tahun 2017," ujarnya.
Ia juga menyoroti perbedaan data luas lahan HGU yang tercatat di berbagai lembaga, serta konflik lahan antara PT SGC dan masyarakat di beberapa kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
"Diduga ada pencaplokan lahan konservasi dan lahan gambut oleh PT SGC, yang melanggar UU No 37 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 23 Tahun 2021," jelasnya.
Indra juga mendesak Kementerian ATR/BPN RI untuk mencabut kontrak HGU PT Sweet Indo Lampung (SIL), anak perusahaan PT SGC, karena pelanggaran syarat kontrak terkait pengolahan lahan dengan cara membakar.