LAMBAR, MEDIALAMPUNG.CO.ID - Sebagai negara hukum, pelaksanaan pemerintahan dilakukan berdasarkan prinsip supremasi hukum, dengan demikian setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah harus sejalan dengan hukum yang ada.
Kondisi ini melahirkan sebuah antitesis bahwa perbuatan pemerintah yang di luar dari itu dapat termasuk bukan wewenang, melampaui wewenang, atau sewenang-wenang.
Soal kekuasaan, dalam istilah Lord Acton, dikenal ungkapan “A Power tends to corrupt; An absolute power corrupts absolutely” sehingga tanpa pembatasan kekuasaan maka arah yang dituju oleh pemerintahan hanya kepentingan pribadi dan golongan tertentu semata.
Berbeda kondisi dengan pemerintahan yang menganut sistem monarki absolut, dengan kewenangan penguasanya yang tanpa batas, sebab raja adalah hukum itu sendiri.
BACA JUGA:Ustadz Adi Hidayat Membuka Rahasia Dibalik Posisi Shalat
Dalam pemerintahan desa (Pekon), posisi kepala desa (peratin) bukan sebagai raja di wilayah tersebut, yang dapat menjalankan pemerintahan atas sekehendaknya saja.
Termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.
Kondisi ini tidak lain adalah bentuk penyakit nepotisme, pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan.
Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti ini dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten.
BACA JUGA:Indonesia Kirim 12 Truk Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina
Dijelaskan langsung oleh Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Lambar Agung Widadi.
Perangkat desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bertugas membantu kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di desa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berada pada kepala desa, namun pelaksanaan wewenang tersebut tentunya harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur.
Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017.
BACA JUGA:Camat Sekincau Pantau PAS Ganjil yang Tengah Berjalan di Sejumlah Sekolah