Padahal sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009, Pasal 42, Ayat 1, bahwa Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman, dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Minimnya kontribusi Pemerintah akan pelestarian bahasa daerah menjadi salah satu faktor internal terjadinya kemerosotan penutur aktif bahasa Lampung sebab kendali formal yang mulai melonggar.
Faktor Keluarga
Sebagaimana yang diketahui bahasa daerah adalah bahasa ibu yang merupakan alat komunikasi utama pada masyarakat Lampung, dewasa ini telah bergeser.
Pergeseran ini terjadi setidaknya karena upaya edukasi dan menuturkan bahasa Lampung dalam keluarga menjadi berkurang dan bahkan tidak digunakan. Fenomena ini banyak ditemukan utamanya pada keluarga di daerah perkotaan.
Lebih lanjut, pernikahan campur juga membuat fungsi bahasa Lampung tidak lagi menjadi alat komunikasi utama dalam keluarga.
Oleh karenanya pergeseran bahasa Lampung dapat terjadi, padahal dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan titik tumpu utama dan dasar bagi masyarakat tutur dalam menciptakan kegemaran berbahasa daerah.
Bahasa daerah Lampung merupakan bagian dari kebanggaan daerah Lampung yang semestinya terus dilestarikan melalui peningkatan kembali jumlah penutur aktif.
Dari beberapa faktor yang ada setidaknya hal yang dapat dikendalikan adalah meminimalisir faktor penyebab internal dengan jalan memaksimalkan kontribusi Pemerintah dan keluarga dalam menghidupkan kembali semangat bertutur bahasa daerah Lampung.*