Huta Siallagan, Warisan Sejarah Raja Batak di Pulau Samosir

Huta Siallagan, Warisan Sejarah Raja Batak di Pulau Samosir

Huta Siallagan merupakan salah satu destinasi budaya yang penting di Pulau Samosir. - Foto Instagram@samosir_indah--

MEDIALAMPUNG.CO.IDPulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba tidak hanya menawarkan panorama alam yang memukau, tetapi juga kekayaan sejarah dan budaya yang bernilai tinggi. 

Salah satu destinasi budaya yang paling ikonik di kawasan ini adalah Huta Siallagan, sebuah desa adat Batak Toba yang menyimpan jejak peradaban masa lalu, terutama terkait sistem pemerintahan dan hukum adat masyarakat Batak.

Huta Siallagan terletak di kawasan Tuktuk Siadong, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Pada masa lampau, desa adat ini merupakan pusat kekuasaan Raja Siallagan, salah satu raja Batak yang memiliki pengaruh besar. 

Hingga kini, kawasan tersebut tetap dijaga dan dirawat oleh keturunan raja serta masyarakat setempat sebagai warisan leluhur yang memiliki nilai sejarah tinggi.

BACA JUGA:Pinus Eco Park Lampung Barat, Wisata Alam Sejuk Favorit Keluarga di Sumber Jaya

Deretan Rumah Adat yang Sarat Makna

Memasuki kawasan Huta Siallagan, pengunjung akan langsung disambut deretan rumah adat Batak Toba yang berdiri saling berhadapan. Rumah-rumah tradisional ini memiliki atap tinggi melengkung menyerupai perahu, yang menjadi ciri khas arsitektur Batak Toba. 

Dinding kayu rumah dihiasi ukiran tradisional berwarna merah, hitam, dan putih, masing-masing melambangkan filosofi kehidupan, kekuatan, dan kesucian.

Bagi masyarakat Batak, rumah adat bukan sekadar tempat tinggal. Setiap bagian bangunan mengandung makna simbolis yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan Sang Pencipta. Tata letak rumah di Huta Siallagan juga menunjukkan struktur sosial masyarakat Batak pada masa lalu yang sangat teratur.

BACA JUGA:Polresta Bandar Lampung Gelar Patroli Gabungan Skala Besar Jelang Nataru

Batu Persidangan, Simbol Hukum Adat Batak

Daya tarik utama Huta Siallagan terletak pada batu persidangan, sebuah area terbuka yang dipenuhi kursi-kursi batu tersusun melingkar dengan sebuah meja batu besar di bagian tengah. Tempat ini dahulu digunakan sebagai lokasi musyawarah adat dan persidangan bagi warga yang melanggar hukum adat.

Raja Siallagan bersama para tetua adat akan duduk di kursi batu tersebut untuk membahas perkara yang terjadi di desa. Keputusan yang dihasilkan bersifat mutlak dan wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Dalam cerita yang diwariskan secara turun-temurun, pelanggaran berat dapat berujung pada hukuman keras, bahkan hukuman mati. Meski terdengar ekstrem, sistem hukum adat ini mencerminkan ketegasan serta nilai keadilan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Batak pada masa itu.

Saat ini, batu persidangan menjadi simbol penting sejarah hukum adat Batak dan menjadi salah satu spot favorit wisatawan untuk belajar sejarah sekaligus mengabadikan momen.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: