Mengenal Situs Megalitik Tutari: Jejak Sejarah dan Falsafah Kepemimpinan Purba di Papua
Situs Megalitik Tutari menjadi aset budaya yang sangat berharga. -Foto Instagram@natgeoindonesia-
BACA JUGA:Pemkot Bandar Lampung Salurkan Bantuan Kemanusiaan ke Wilayah Terdampak Bencana di Sumatera Barat
Fungsi Religius dan Astronomis
Selain memuat pesan sosial, situs Tutari juga memiliki fungsi ritual. Pada masa prasejarah, kawasan ini diduga menjadi tempat pemujaan roh nenek moyang. Banyak budaya kuno di dunia menganggap situs dengan batu bergambar sebagai ruang sakral untuk melakukan doa, upacara, atau meminta petunjuk dari para leluhur.
Peneliti menemukan bahwa letak batu-batu bergambar di Tutari tersebar mengikuti arah pergerakan matahari, baik saat terbit maupun terbenam.
Pola ini menunjukkan kemungkinan bahwa masyarakat purba Sentani juga melakukan pemujaan terhadap matahari sebagai simbol kekuatan dan sumber kehidupan. Matahari dianggap sebagai pengatur alam dan menjadi acuan dalam aktivitas keagamaan maupun sosial.
BACA JUGA:Bantuan Kemanusiaan Pemkot Bandar Lampung Tiba di Tiga Provinsi
Jejak Peradaban di Bukit Tutari
Keberadaan Situs Megalitik Tutari menjadi bukti bahwa peradaban di wilayah Papua telah memiliki tingkat organisasi yang maju sejak zaman prasejarah.
Goresan pada batu bukan sekadar hiasan, tetapi merupakan bentuk komunikasi visual yang mencerminkan pemikiran, kepercayaan, dan tatanan hidup nenek moyang mereka. Setiap simbol memiliki makna yang terhubung dengan alam, leluhur, dan dinamika kelompok sosial.
Bagi masyarakat Sentani masa kini, situs ini menjadi semacam “kapsul waktu” yang menjembatani masa lalu dan masa kini. Nilai-nilai tentang kepemimpinan, kebersamaan, dan spiritualitas masih diwariskan melalui tradisi adat, terutama lewat peran Ondoafi yang tetap dihormati.
BACA JUGA:Rekomendasi Smartwatch Paling Banyak Dicari Akhir Tahun 2025
Pelestarian Warisan Budaya
Dengan kekayaan sejarah dan makna yang dikandungnya, Situs Megalitik Tutari menjadi aset budaya yang sangat berharga.
Upaya pelestarian perlu terus dilakukan agar situs ini tidak mengalami kerusakan akibat cuaca, erosi, atau aktivitas manusia.
Pemerintah daerah bersama lembaga penelitian dan masyarakat adat terus berupaya menjaga kelestariannya, termasuk dengan menjadikan kawasan ini sebagai lokasi edukasi budaya dan penelitian arkeologi.(*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




