Disway Awards

Jejak Musik Krumpyung, Nada Bambu dari Masa Majapahit

Jejak Musik Krumpyung, Nada Bambu dari Masa Majapahit

Musik krumpyung bukan hanya hiburan, melainkan jejak kreativitas nenek moyang dalam mengolah bambu menjadi alat musik bernada harmoni. -Foto Instagram@m8tluxx-

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Di tengah hiruk pikuk musik modern yang didominasi alat elektronik dan melodi digital, ada suara lembut dari masa lalu yang perlahan memudar—musik krumpyung. 

Alunan bambu ini pernah mewarnai kehidupan masyarakat sejak masa Kerajaan Majapahit, namun kini hanya segelintir orang yang masih menjaga napasnya.

Cerita tentang musik krumpyung di masa kini tak lepas dari sosok Sumitro, seniman bambu asal Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. 

Di rumah sederhananya yang juga berfungsi sebagai sanggar “Serambu” (Seni Kerajinan Bambu), ia menyimpan alat musik krumpyung hasil karyanya sendiri yang masih terawat sejak dibuat lebih dari tiga dekade lalu.

BACA JUGA:Tradisi Nyadran di Desa Kembang Sari: Warisan Leluhur yang Menyatukan Masyarakat

Awalnya, Sumitro tak pernah berencana menjadi pembuat alat musik. Ia hanya memenuhi permintaan anak sulungnya, Witro Purbadi, yang saat itu berusia sembilan tahun dan meminta dibuatkan alat musik bambu

Meski tak punya pengalaman, Sumitro berusaha keras karena rasa sayang pada anaknya, yang kehilangan penglihatan sejak bayi akibat sakit panas. 

Dari percobaan itu lahirlah alat musik sederhana bernama kethuk kenong, dan keberhasilan kecil itu menumbuhkan semangat besar.

Tak berhenti di situ, Sumitro lalu membuat berbagai instrumen lain seperti krumpyung, demung, saron, peking, bonang, gambang, kempul, gong sebul (alat tiup), hingga gendang—semuanya berbahan dasar bambu. 

BACA JUGA:Karya Seni Pahat Majapahit: Jejak Estetika dan Spiritualitas Nusantara

Meski nama-namanya mirip dengan gamelan Jawa, bentuk dan cara mainnya berbeda. Namun suara yang dihasilkan tetap menyerupai laras gamelan perunggu yang akrab di telinga masyarakat Jawa.

Menurut Sumitro, bunyi-bunyian dari bambu sudah dikenal sejak masa Majapahit. Dari sana, kesenian bambu menyebar ke Gunung Kidul dan berkembang hingga zaman Kerajaan Mataram Islam. 

Pada awal abad ke-20, alat musik bambu itu menyebar ke Jawa Barat dan mengalami perubahan menjadi angklung, yang nadanya disesuaikan dengan sistem diatonik.

Sementara istilah “krumpyung” sendiri diperkirakan muncul sekitar tahun 1919. Kala itu, seorang tunanetra bernama Gunokanyo dari Desa Hargotirto membuat seperangkat alat musik bambu yang kemudian dinamai krumpyung. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: