Perujak: Tradisi Penguat Gigi dari Sumbawa yang Sarat Makna Budaya

Tradisi perujak dari Sumbawa adalah warisan budaya yang menunjukkan bagaimana masyarakat lokal memanfaatkan bahan alam untuk menjaga kesehatan, sekaligus memperkuat nilai-nilai sosial dan budaya. Foto: Instagram@insidesumbawa--
BACA JUGA:Tradisi Rokok Jontal: Terbuat Daun Lontar yang Hidup di Pulau Sumbawa
Gigi para pajula biasanya tampak kemerahan atau bahkan kehitaman akibat kebiasaan ini, tetapi bagi mereka itu justru menjadi tanda kekuatan dan keteguhan dalam menjaga adat.
Setelah proses mengunyah perujak selesai para pajula bisa melakukan penusut, yakni membersihkan gigi serta mulut dengan menggunakan daun sirih.
Daun ini digosokkan ke gigi untuk menghilangkan sisa-sisa perujak serta menyegarkan mulut.
Kegiatan ini merupakan bagian akhir dari ritual perujak dan dipercaya membantu menghilangkan bau mulut serta memberikan efek antiseptik alami.
BACA JUGA:Barapan Kebo: Warisan Budaya Penuh Semangat dari Sumbawa Barat
Perujak tidak hanya berkaitan dengan kebersihan atau kekuatan gigi, melainkan juga mencerminkan struktur sosial dan nilai budaya masyarakat Sumbawa.
Tradisi ini menjadi momen bagi para perempuan untuk berkumpul, saling berbagi cerita, dan mempererat hubungan antarwarga. Di sinilah nilai kebersamaan dan solidaritas muncul dengan sangat kuat.
Selain itu, kebiasaan ini juga diwariskan secara lisan dari ibu ke anak perempuan. Dengan demikian, perujak menjadi semacam simbol peralihan pengetahuan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Seorang anak perempuan yang mulai belajar membuat dan mengunyah perujak biasanya dianggap sudah cukup dewasa dan siap menjalani kehidupan sebagai anggota masyarakat yang aktif.
BACA JUGA:Cerita Rakyat Jawa Timur 'Ande-Ande Lumut': Kisah Cinta dan Ujian Kehormatan
Seiring berkembangnya zaman, keberadaan perujak mulai tergerus oleh arus modernisasi.
Produk-produk perawatan gigi modern seperti pasta gigi, obat kumur, dan permen penyegar nafas semakin menggantikan posisi perujak di kalangan masyarakat, terutama generasi muda.
Banyak remaja saat ini enggan menjalani tradisi perujak karena menganggapnya kuno, tidak praktis, atau mengganggu penampilan.
Akibatnya, jumlah pajula yang masih aktif menjalankan tradisi ini semakin menurun dari tahun ke tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: