Cerita Seorang Pendaki yang Selamat dari Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat

Cerita Seorang Pendaki yang Selamat dari Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat

--

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Salah Seorang pendaki asal Riau, Benget Hasiholan Mare Mare memberikan kesaksian ketika ia berhasil selamat dari erupsi Gunung Marapi yang terjadi pada Minggu 3 Desember lalu.

Berdasarkan kabar yang beredar, pendaki selamat tersebut mengaku ia bersama rombongannya yang beranggotakan 10 orang dari Mapala Batara Fakultas Hukum Universitas Riau telah mencapai puncak Gunung tersebut sekitar pukul 10.00 WIB. Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia pada Sabtu 9 Desember 2023.

Setelah sampai di puncak, dirinya beserta anggota timnya kembali ke area camp di cadas Gunung Marapi untuk rehat dan makan siang hingga tiba pukul 14.00 WIB dan melanjutkan perjalanan untuk turun.

Benget menerangkan, ia bersama rombongannya terbagi menjadi beberapa kelompok ketika turun gunung. Waktu itu, dirinya serta kedua adiknya berada di barisan terdepan memimpin rombongannya.

BACA JUGA:4 Patung Hias di Kantor Gibran Rakabuming Roboh, Pertanda Apakah Itu?

Tak sampai satu jam perjalanan turun, Benget dan kedua adiknya mengaku mulai mendengar suara seperti gemuruh petir.

Dikabarkan, hingga timbul pertanyaan rasa khawatir pun terucap dari kedua adiknya yang memetakan sumber dari gemuruh tersebut. Mereka mengira suara itu berasal dari helikopter, petir, ataupun apa.

"Di situ saya tidak terlalu menggubris dan menjawab pertanyaan mereka karena saya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi," jelas Benget, Sabtu 9 Desember 2023.

Lalu dirinya merasa ada getaran juga suara yang tak biasa. Ia mengira adanya anomali ketika suara seperti gemuruh tersebut justru memekakkan telinga.

BACA JUGA:Aksi Sulap Gagal Total, Jenggot sampai Wajah Limbad Terbakar hingga Harus Dilarikan ke Rumah Sakit

"Karena suara seperti gemuruh petir yang saya rasakan itu berbeda, bukan seperti gemuruh petir badai biasa seperti dari gunung-gunung yang pernah saya daki," katanya.

"Suaranya juga agak sakit di telinga," imbuh Benget.

Saat adiknya mengira gemuruh tersebut adalah badai, barulah Benget menyadari adanya tanda erupsi dari hujan bebatuan. Ia pun segera memimpin grup kecilnya untuk menyelamatkan diri.

"Jadi akhirnya setelah saya mendengar dengan seksama, langsung saya bilang ke rombongan kecil itu, 'Ini bukan suara petir! ini erupsi! ayo cepat turun!" ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: