Gara-gara SILPA Rp48 Miliar, Fraksi PKS Bersatu Sebut Akibat Lemahnya Perencanaan

Gara-gara SILPA Rp48 Miliar, Fraksi PKS Bersatu Sebut Akibat Lemahnya Perencanaan

--

LAMBAR, MEDIALAMPUNG.CO.ID - Fraksi PKS Bersatu DPRD Lampung Barat, menilai perencanaan anggaran di tahun anggaran 2022 lemah. Hal ini dibuktikan dengan besarnya Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SILPA) atau selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran tahun 2022.

Ketua Fraksi PKS Bersatu Nopiyadi, SIP., mengatakan, melihat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2022 ada Silpa sebesar Rp48 miliar lebih adalah angka yang sangat besar.

BACA JUGA:APBD Terbebani Rp4 Miliar Lebih, Kondisi LPJU di Lampung Barat Bikin Miris

"Silpa Rp48 miliar lebih ini menunjukkan lemahnya sisi perencanaan anggaran karena semestinya sisa anggaran sebesar ini bisa dialihkan ke program lain yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat pada tahun anggaran 2022 yang lalu," ungkap Nopiyadi.

Politisi PKS tersebut juga menyinggung perihal dalam program pengurangan angka kemiskinan sudah tersedia anggaran namun belum bisa menghasilkan, dimana angka kemiskinan indikator pada angka jumlah angka masyarakat miskin yang masih mengalami kenaikan 0,49%.

BACA JUGA:Aset PD Pesagi Mandiri Perkasa ‘Gak Jelas’, Walau Direktur Dipenjara Tapi Masih Ada Aktifitas di Rekening Bank

"Kami menilai masih belum berjalannya kegiatan atau program yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya program belum terintegrasi dan tidak didesain secara serius langkah-langkah solusinya agar output program bisa terukur dan holistik," kata dia.

Justru, sambung Nopiyadi, dalam penyusunan programnya SKPD lebih pada ego sektoral masing-masing dalam pembuatan program mengurangi angka kemiskinan.

BACA JUGA:Pohon Tumbang Sempat Tutup Jalan Liwa-Krui

Selanjutnya, Nopiyadi juga mempertanyakan perihal pendapatan asli daerah (PAD), dimana menurutnya masih belum transparannya perangkat daerah terkait dalam memberikan data potensi pajak dan retribusi kepada legislatif sehingga bisa menghambat proses pengawasan kepatuhan pembayaran pajak dan retribusi dari para wajib pajak yang tidak taat asas dalam pembayarannya.

"Selain itu kurangnya koordinasi antar dinas terkait pelaksanaan Perda tentang pajak dan retribusi Daerah sehingga mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan salah satu contoh adalah banyak wajib retribusi IMB yang belum mengajukan izin IMB namun masih terus membangun dan tidak ada tindakan tegas dari tim penertiban bangunan sehingga berakibat tidak masuk yang retribusi IMB ke daerah," pungkasnya. *

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: