Mobil China Laris di Pasar Global, Tapi Tak Berkutik di Taiwan — Apa Alasannya?
Mobil China gagal masuk Taiwan akibat aturan lokalisasi suku cadang dan ketegangan politik-Foto BYD-
BACA JUGA:Intip Spesifikasi dan Harga Mitsubishi Pajero Sport Elite 2025, Mobil SUV Paling Mewah dan Nyaman
Kementerian Urusan Ekonomi Taiwan (MOEA) baru-baru ini meluncurkan aturan baru yang memperketat izin edar mobil rakitan luar negeri.
Kebijakan tersebut mensyaratkan bahwa mobil yang dirakit untuk pasar Taiwan harus mengandung proporsi komponen lokal secara bertahap: minimal 20% pada tahun pertama, naik menjadi 30% di tahun kedua, dan 35% di tahun ketiga setelah mendapat izin edar.
Menariknya, aturan ini tidak hanya berlaku bagi merek asli China, tetapi juga mencakup:
- Merek asing yang menjalin usaha patungan dengan perusahaan China,
- Merek yang telah diakuisisi perusahaan China (seperti MG),
- Bahkan merek internasional yang produksinya berbasis di China.
BACA JUGA:Harga Baterai EV Anjlok, Mobil Listrik Kian Terjangkau
Direktur Administrasi Pengembangan Industri MOEA, Yang Chih-chin, dalam wawancaranya dengan Liberty Times, mengatakan bahwa kebijakan ini resmi berlaku sejak awal Juni 2025.
Tujuannya jelas: mencegah dominasi mobil China yang dituding melakukan praktik dumping, yakni menjual produk dengan harga sangat murah untuk menyingkirkan pesaing.
Kekhawatiran akan praktik dagang tidak adil dari China juga dirasakan oleh negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Bahkan mereka telah menerapkan tarif impor jauh lebih tinggi untuk membatasi laju ekspor mobil China ke negara itu.
BACA JUGA:Intip Teknologi Canggih SUV Honda CR-V dan Hyundai Santa Fe 2025
Namun, langkah Taiwan tergolong paling progresif karena langsung membatasi masuknya mobil China lewat kebijakan komponen lokal dan regulasi izin edar yang ketat.
Sementara banyak negara membuka pintu lebar bagi merek China karena harganya yang kompetitif dan teknologinya yang berkembang pesat, Taiwan justru memilih jalur berbeda.
Negara ini menegaskan bahwa keberlanjutan industri dalam negeri dan pertimbangan geopolitik jauh lebih penting ketimbang sekadar efisiensi biaya.(*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




