MEDIALAMPUNG.CO.ID - Dari luar, dunia freelance sering tampak ideal. Bekerja tanpa seragam, tanpa jam kantor, dan tanpa atasan yang mengawasi.
Namun di balik kebebasan itu, ada pertaruhan besar yang jarang dibicarakan secara jujur. Freelance bukan sekadar pilihan gaya hidup, melainkan keputusan hidup yang penuh risiko.
Kebebasan yang ditawarkan dunia freelance kerap dibayar mahal dengan ketidakpastian, tekanan mental, dan tuntutan untuk selalu bertahan di tengah kompetisi yang makin padat.
Tidak seperti pekerja kantoran dengan gaji bulanan tetap, freelancer hidup dari proyek ke proyek.
BACA JUGA:Apakah Freelance Cocok untuk Semua Orang?
Bulan ini bisa penuh pemasukan, bulan berikutnya bisa nyaris kosong. Ketidakpastian ini memaksa freelancer selalu waspada dan berpikir jauh ke depan.
Banyak freelancer harus menerima proyek apa pun demi menjaga arus kas tetap hidup. Di titik ini, kebebasan memilih sering kali kalah oleh kebutuhan bertahan. Risiko kelelahan pun semakin besar ketika stabilitas finansial belum tercapai.
Pasar freelance bersifat terbuka dan tanpa pagar. Siapa pun bisa masuk, dari pemula hingga profesional berpengalaman.
Kompetisi tidak hanya terjadi secara lokal, tetapi juga global. Harga jasa ditekan, standar terus naik, sementara perlindungan kerja nyaris tidak ada.
BACA JUGA:Tanpa Jabatan, Freelancer Tetap Punya Masa Depan
Freelancer tidak memiliki jaminan kesehatan, pesangon, atau perlindungan saat klien bermasalah.
Semua risiko ditanggung sendiri, mulai dari klien yang menghilang hingga pembayaran yang tertunda tanpa kepastian.
Kebebasan waktu sering kali disalahartikan sebagai hidup santai. Padahal, freelancer justru kesulitan memisahkan waktu kerja dan waktu pribadi. Pekerjaan bisa datang kapan saja, dan menolak berarti kehilangan peluang.
Tekanan untuk selalu responsif, menjaga reputasi, dan mempertahankan performa membuat banyak freelancer hidup dalam kecemasan diam-diam.
BACA JUGA:Video Editor Freelance, Profesi Digital yang Cuan di Era Konten