Nama “Carstensz” berasal dari Jan Carstenszoon, seorang pelaut dan penjelajah Belanda yang pertama kali melaporkan keberadaan gunung bersalju di wilayah tropis pada tahun 1623.
Saat itu, banyak orang Eropa tidak mempercayainya karena dianggap mustahil ada salju di dekat khatulistiwa.
Barulah pada abad ke-20, kebenaran laporannya terbukti melalui ekspedisi ilmiah dan pendakian modern.
BACA JUGA:Mengungkap Keajaiban Ka'bah, Rumah Allah di Bumi
5. Menyimpan Jejak Sejarah dan Budaya Suku Asli Papua
Di sekitar kawasan Pegunungan Jaya Wijaya hidup berbagai suku asli Papua, seperti suku Amungme dan Dani, yang memiliki kearifan lokal dalam menjaga alam.
Bagi mereka, puncak gunung yang bersalju ini bukan hanya tempat tinggi, tetapi juga dianggap suci dan sakral simbol kedekatan dengan Sang Pencipta dan bagian penting dari identitas budaya mereka.
6. Akses Tersulit di Asia Tenggara
Untuk mencapai basecamp pendakian, para pendaki harus menembus rimba Papua, mendaki tebing-tebing batu kapur, hingga menghadapi cuaca ekstrem yang berubah cepat.
Pendakian ke puncak Jaya Wijaya dikenal sebagai salah satu yang paling menantang di dunia, bahkan lebih sulit dibandingkan Everest Base Camp, karena faktor cuaca, izin, dan kondisi geografisnya.
BACA JUGA:Mengenal Marsinah, Buruh Wanita yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo
7. Ancaman Hilangnya Salju Abadi
Penelitian menunjukkan lapisan es di Puncak Jaya Wijaya telah menyusut lebih dari 80% sejak tahun 1936. Pemanasan global membuat es abadi di puncak ini mencair lebih cepat dari perkiraan.
Jika tidak ada langkah serius untuk mengatasi perubahan iklim, salju di puncak tertinggi Indonesia ini bisa hilang total dalam waktu kurang dari 20 tahun.
8. Daya Tarik Ekowisata Dunia
Meski ekstrem, Gunung Jaya Wijaya tetap menjadi magnet bagi para pendaki internasional dan peneliti geologi.