MEDIALAMPUNG.CO.ID - Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, kesenian berkembang pesat dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat, terutama di lingkungan keraton.
Salah satu warisan budaya paling berpengaruh dari masa itu adalah wayang kulit, sebuah seni pertunjukan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan, upacara keagamaan, dan simbol kebesaran budaya Jawa.
Wayang kulit di masa Majapahit mengalami perkembangan luar biasa. Dari sekadar pertunjukan rakyat, wayang berubah menjadi kesenian istana yang menggambarkan kecanggihan budaya dan spiritualitas bangsa.
Tradisi ini menjadi kebanggaan kerajaan dan diwariskan secara turun-temurun hingga kini.
BACA JUGA:Jejak Musik Krumpyung, Nada Bambu dari Masa Majapahit
Wayang Kulit Sebagai Seni Istana
Di lingkungan istana Majapahit, wayang kulit memiliki posisi istimewa.
Pertunjukan wayang sering digelar dalam berbagai acara penting kerajaan, seperti penyambutan tamu agung, upacara keagamaan Hindu-Buddha, hingga pesta kenegaraan.
Raja dan para bangsawan menjadikan pertunjukan ini sebagai sarana untuk menunjukkan kemakmuran dan keagungan budaya Majapahit.
BACA JUGA:Tradisi Nyadran di Desa Kembang Sari: Warisan Leluhur yang Menyatukan Masyarakat
Wayang kulit tak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari ekosistem seni keraton bersama musik gamelan, tarian istana, dan karya sastra.
Para dalang di masa itu dihormati layaknya cendekiawan, karena mereka tidak hanya piawai bercerita, tetapi juga memahami aksara Jawa Kuno, ajaran filsafat, dan nilai moral yang terkandung dalam kisah-kisah wayang.
Dari sinilah lahir tradisi pedalangan yang sistematis dan terstruktur.
Sistem ini kelak diwarisi oleh kerajaan-kerajaan setelahnya, termasuk Mataram Islam, yang meneruskan warisan seni wayang dengan nuansa baru tanpa menghilangkan ruh Majapahit.
BACA JUGA:Karya Seni Pahat Majapahit: Jejak Estetika dan Spiritualitas Nusantara