MEDIALAMPUNG.CO.ID — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini mulai berjalan di berbagai daerah, termasuk Provinsi Lampung, dinilai membawa dampak positif bagi pemenuhan gizi anak sekolah.
Namun, di sisi lain, program ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru jika aspek pengelolaan sampah tidak diantisipasi sejak awal.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Irfan, menilai potensi timbulan sampah dari kegiatan dapur MBG perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah.
“Kalau kita berbicara MBG ini, memang sudah dimulai di Lampung. Tapi kita belum tahu sejauh mana sebarannya, apakah sudah merata ke semua sekolah atau belum,” ujar Irfan Pada Senin, 27 Oktober 2025
BACA JUGA:Sat Pol PP Lampung Utara Siap Tertibkan Reklame Liar di Taman Sahabat
Menurutnya, setiap dapur penyelenggara MBG pasti menghasilkan timbulan sampah, baik dari sisa bahan makanan maupun kemasan bahan baku.
Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa menimbulkan beban pencemaran lingkungan baru.
Irfan menjelaskan, dapur MBG merupakan titik utama timbulnya sampah dari kegiatan penyediaan makanan bergizi bagi peserta didik.
Jenis sampah yang dihasilkan pun beragam, mulai dari sampah organik seperti sisa makanan dan sayuran, hingga sampah anorganik seperti kemasan plastik atau bungkus bahan pangan.
“Kalau kita bicara potensi beban pencemaran, itu jelas ada. Baik dari sampah organik maupun anorganik,” tuturnya.
BACA JUGA:Ginanjar dan Spaso Bawa Bhayangkara Presisi Lampung FC Raih Kemenangan 2-0 Atas Persijap
Ia menilai, hingga saat ini Pemerintah Provinsi Lampung belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan pelaksanaan MBG.
Padahal, menurutnya, program ini bisa menjadi pintu masuk untuk membangun sistem ekonomi sirkular dalam tata kelola sampah di tingkat daerah.
Lebih lanjut, Irfan menjelaskan bahwa pelaksanaan MBG sebenarnya dapat dikaitkan dengan konsep circular economy atau ekonomi sirkular, yakni sistem ekonomi yang meminimalkan limbah dengan memaksimalkan daur ulang dan pemanfaatan kembali sumber daya.
“Sisa-sisa makanan dari MBG itu seharusnya tidak hanya berakhir di TPA. Sampah organik bisa dijadikan kompos atau digunakan dalam budidaya maggot. Dengan begitu, circular economy bisa berjalan,” katanya.