Campak Darat: Kesenian Tradisional Berpantun dari Pulau Belitung

Dalam satu sesi Campak Darat, biasanya terdapat seorang penyanyi perempuan yang melantunkan pantun dalam bentuk lagu.

Pantun-pantun tersebut dinyanyikan dengan iringan alat musik tradisional seperti biola, gendang, dan gong kecil.

Setelah pantun dilantunkan, penonton atau pemain pria akan membalas dengan pantun lainnya, seringkali dalam bentuk lisan atau nyanyian yang juga menghibur.

Pantun yang digunakan bersifat spontan, yang membuat pertunjukan ini sangat dinamis dan menarik.

BACA JUGA:Karaci: Warisan Bela Diri Khas Sumbawa yang Sarat Makna Budaya

Tidak jarang penonton ikut berinteraksi, menciptakan suasana yang hidup dan penuh tawa. Balasan pantun bisa berupa jawaban yang lucu, menantang, atau bahkan menggoda, tetapi tetap dalam batas kesopanan dan adat.

Suasana pertunjukan sangat dipengaruhi oleh musik pengiring. Instrumen utama yang digunakan dalam Campak Darat adalah biola, gendang, dan gong.

Biola menghasilkan melodi utama, sedangkan gendang mengatur tempo, dan gong berfungsi memperkuat aksen irama.

Seiring perkembangan zaman, beberapa alat musik modern seperti keyboard dan tamborin juga mulai digunakan.

BACA JUGA:Perujak: Tradisi Penguat Gigi dari Sumbawa yang Sarat Makna Budaya

Namun, nilai tradisional tetap dipertahankan dengan menjaga dominasi alat musik asli. Suara biola dalam Campak Darat memiliki ciri khas yang mudah dikenali dan menjadi pengikat emosi dalam pertunjukan.

Para pemain Campak Darat biasanya mengenakan pakaian adat khas Melayu Belitung.

Wanita memakai kebaya dan kain panjang, sedangkan laki-laki mengenakan pakaian adat seperti baju teluk belanga lengkap dengan songkok atau ikat kepala.

Penampilan ini tidak hanya memperkuat identitas budaya, tetapi juga menambah keindahan pertunjukan.

BACA JUGA:Tari Periri Sesamungan: Merupakan Simbol Perdamaian dan Harmoni dari Nusa Tenggara Barat

Gerakan-gerakan kecil dan tarian sederhana turut ditampilkan oleh pemain perempuan saat menyanyikan pantun.