
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Pulau Belitung dikenal tak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga kekayaan budayanya yang unik.
Salah satu kesenian tradisional yang masih lestari hingga kini adalah Campak Darat, sebuah pertunjukan berbalas pantun yang dilengkapi iringan musik dan tarian ringan.
Kesenian ini mencerminkan karakter masyarakat Belitung yang akrab, humoris, serta memiliki tradisi lisan yang kuat.
Istilah Campak Darat berasal dari dua kata. “Campak” berarti melempar atau menyampaikan, sedangkan “Darat” merujuk pada daratan atau tempat berlangsungnya pertunjukan.
BACA JUGA:Pantun dan Penyambutan Penuh Makna di Belitung: Tradisi Berebut Lawang
Nama ini mencerminkan bahwa kesenian ini dimainkan di darat, tidak seperti beberapa tradisi laut lainnya di masyarakat pesisir.
Lebih dari sekadar nama, Campak Darat menggambarkan tradisi masyarakat dalam menyampaikan pesan, hiburan, serta nilai-nilai kehidupan melalui pantun dan musik.
Kesenian ini dipercaya mulai berkembang sejak masa kolonial, ketika masyarakat mencari cara untuk menghibur diri secara kolektif dalam berbagai acara adat maupun perayaan panen.
Seiring waktu, bentuk pertunjukannya menjadi semakin kaya dan melibatkan lebih banyak unsur seni.
BACA JUGA:Gitar Dambus: Warisan Musik Tradisional Bangka Belitung
Campak Darat bukan sekadar hiburan, tapi juga alat komunikasi sosial. Dalam pertunjukannya, para pemain saling berbalas pantun yang berisi sindiran halus, pujian, candaan, hingga pesan moral.
Bentuk penyampaiannya yang luwes membuat pertunjukan ini sangat digemari karena mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua.
Melalui pantun, masyarakat mengekspresikan perasaan, menyampaikan nasihat, bahkan menegur dengan cara yang halus.
Dalam masyarakat Belitung yang menjunjung tinggi sopan santun, kesenian ini menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan tanpa menyinggung secara langsung.
BACA JUGA:Tradisi Peresean, Duel Rotan Para Lelaki Sasak yang Penuh Makna