Daun-daunan seperti daun pandan, daun sedingin, dan tunas pinang digunakan karena diyakini melambangkan kesejukan hati, kekuatan tekad, dan ketenangan hidup.
Air yang digunakan biasanya dicampur dengan jeruk purut, garam, beras, dan bunga.
Masing-masing unsur memiliki simbolisme yang kuat, seperti keberkahan rezeki, keharuman budi pekerti, serta keseimbangan dan kemurnian hati.
Prosesi ini juga sering menggunakan inai atau kunyit yang dioleskan pada tangan atau dahi, sebagai tanda permulaan dari sesuatu yang baik dan membawa harapan akan keberhasilan.
BACA JUGA:Silek Lanyah: Tradisi Unik Penuh Nilai dari Ranah Minangkabau
Beras dan gula yang turut disertakan dalam prosesi melambangkan kemakmuran dan manisnya kehidupan yang diharapkan.
Makna utama dari tradisi peusijuek terletak pada nilai-nilai spiritual yang diusungnya.
Doa-doa yang dibacakan selama prosesi biasanya berisi harapan agar orang yang menjalani ritual ini mendapatkan perlindungan, keselamatan, dan keberkahan dalam menjalani hidupnya.
Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya kekuatan doa dalam budaya masyarakat Aceh, serta keyakinan bahwa setiap langkah hidup harus diawali dengan niat baik dan doa restu.
BACA JUGA:Pakaian Adat Minangkabau: Simbol Budaya yang Sarat Makna
Selain nilai spiritual tersebut peusijuek juga memiliki nilai sosial yang sangat bermanfaat.
Tradisi ini mempererat hubungan antar anggota masyarakat. Ketika prosesi dilakukan, keluarga, tetangga, dan tokoh masyarakat biasanya hadir dan turut memberikan restu serta semangat.
Hal ini menciptakan suasana kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian sosial yang tinggi.
Tradisi ini juga mencerminkan pola pikir masyarakat Aceh yang penuh harapan positif.
BACA JUGA:Tradisi Pengetaran: Warisan Adat Pernikahan Masyarakat Menggala, Lampung
Dalam kehidupan sehari-hari, mereka terbiasa mengungkapkan harapan baik melalui ucapan dan tindakan.